photo BANNERLPKSM_zps120bacdb.jpg
Home » » EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Written By CELEBES on Rabu, 12 Desember 2012 | 05.19

lembagaperlindunganKONSUMEN CELEBES /Parepare

Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen bertujuan (Pasal 3):
 a.meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
b.mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa; c.meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d.menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hokum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e.menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
 f.meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Selain dari tujuan di atas, UU Perlindungan Konsumen juga menyatakan secara tegas hak dan kewajiban konsumen maupun produsen (pelaku usaha) (Pasal 4 s.d. 7), perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha (Pasal 8 s.d. 17), ketentuan pencantuman klausula baku (Pasal 18), dan tanggung jawab pelaku (Pasal 19 s.d. 28).

Dalam rangka tercapainya tujuan tersebut dan memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen, UU Perlindungan Konsumen menggunakan tiga sistem pemberian sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar, yaitu: sistem sanksi hukum perdata, sistem sanksi hukum administrasi, dan sistem sanksi hukum pidana.

Sistem sanksi hukum perdata sebagaimana yang diatur oleh pasal 45 tidak menghilangkan tanggung jawab pidana bagi pelaku sesuai yang diatur dalam UU, baik KUHP maupun UU lainnya yang mengatur sanksi pidana. Pasal 46 dengan jelas menyatakan pihak-pihak yang dapat mengajukan gugatan terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran dalam melakukan kegiatannya, antara lain:

a.seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;
b.kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;
c.lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memeuhi syarat, yaitu: berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;
d.pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.

Penerapan untuk sanksi hukum administrasi berupa sanksi administrasi dalam bentuk ganti rugi berupa uang yang dijatuhkan/ditetapkan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) (Pasal 60).

Kewenangan badan tersebut hanya terbatas pada pelanggaran pasal 19 ayat 2 dan ayat 3, pasal 20, pasal 25 dan pasal 26. Sementara untuk sanksi hukum pidana melalui prosedur penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Sanksi pidana tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 61, pasal 62 dan pasal 63. Untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran oleh pelaku usaha terhadap undang-undang ini dilakukan oleh Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dan Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil dengan wewenang:

a.melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
b.melakukan pemeriksaan terhadap orang lain atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
c.meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
d.melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
e.melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti serta melakukan penyitaan terhadap barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
f.meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen.

Dengan berlakunya Undang-Undang Perlindungan Konsumen sesuai Pasal 65 setahun setelah diundangkan (20 April 2000), seharusnya pelaku usaha mengindahkan larangan-larangan yang dapat dikenai sanksi perdata, sanksi administrasi dan sanksi pidana. Badan maupun pejabat yang berwenang melakukan proses pemeriksaan terhadap pelanggaran peraturan perundangan ini juga harus proaktif, agar pelaku usaha tidak melakukan atau mengulangi perbuatan yang dapat merugikan kmonsumen.

Pertanyaan-pertanyaan muncul dari berlakunya UU ini adalah: • mengapa masyarakat tidak mengetahui akan hak dan kewajiban mereka, padahal UU ini mengamanatkan kepada Badan Perlindungan Konsumen Nasional untuk mensosialisasikannya (Pasal 34). •

mengapa sampai saat ini masih banyak pelaku usaha yang melanggar larangan-larangan UU ini. Praktek-praktek yang masih sering terjadi adalah pencantuman klausul "Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan´ dan pencantuman klausula baku tersebut selain bisa dikenai pidana, selama 5 (lima) tahun penjara, pencantuman klausula tersebut secara hukum tidak ada gunanya karena di dalam pasal 18 ayat (3) UU no. 8 tahun 1999 dinyatakan bahwa klausula baku yang masuk dalam kualifikasi seperti, ³barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan´ automatis batal demi hukum.

Tetapi dalam prakteknya pelaku usaha tetap menolak pengembalian barang yang dibeli oleh konsumen. Selain hal tersebut, ketentuan yang sering dilanggar adalah tentang cara penjualan dengan cara obral supaya barang kelihatan murah, padahal harga barang tersebut sebelumnya sudah dinaikan terlebih dahulu.

Hal tersebut jelas bertentangan dengan ketentuan pasal 11 huruf f UU No.8 tahun 1999 dimana pelaku usaha ini dapat diancam pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp.500 juta rupiah.

Dalam kenyataannya aparat penegak hukum yang berwenang seakan tidak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa dalam dunia usaha terlalu banyak sebenarnya para pelaku usaha yang jelas-jelas telah melanggar UU Perlindungan Konsumen yang merugikan kepentingan konsumen.

Selama ini yang menyuarakan pelanggaran oleh pelaku usaha untuk melindungi konsumen hanya dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Sudah seharusnya Badan, Lembaga Swadaya Masyarakat maupun aparat hukum yang berwenang bahu membahu dalam mensosialisasikan dan menerapkan Undang-Undang ini. ³Kurang pedulinya´ pihak-pihak terkait dengan UU ini mengakibatkan UU Perlindungan Konsumen ini menjadi tidak efektif.

#bE smart consumen
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Lembaga Perlindungan Konsumen CELEBES - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger