Ultimum remedium
merupakan salah satu asas yang terdapat dalam hukum pidana Indonesia yang mengatakan bahwa hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir
dalam hal penegakan hukum. Hal ini memiliki makna apabila suatu perkara dapat
diselesaikan melalui jalur lain (kekeluargaan, negosiasi, mediasi, perdata,
ataupun hukum administrasi) hendaklah jalur tersebut terlebih dahulu dilalui.
Jika dikaitkan
dengan asas hukum pidana yang bersifat public memang terdapat suatu point
dimana kedua asas ini saling bertolak belakang. Dengan asas bersifat public
menyebabkan hukum pidana memiliki karakteristik bahwa walaupun terhadap tindak
pidana yang dilakukan oleh seseorang telah dibuat perjanjian perdamaian dengan
pihak korban, maka terhadap perkara tersebut tetap juga dapat dilakukan
pemeriksanaan lanjutan ditingkat kepolisian.
Selain itu dengan karekteristik
“public” nya, terhadap suatu tindak pidana yang memang telah disetujui korban
dilakukan terhadapnya, pihak kepolisian tetap dapat memproses tindak pidana
tersebut.
Jika dilihat
dari tujuan dari pemidanaan itu sendiri yaitu mendapatkan keadilan bagi korban
maupun keluarga korban. Dengan demikian apabila rasa keadilan korban
maupun keluarga korban tersebut telah terpenuhi maka seharusnya jalur pidana
tidak perlu ditempuh lagi. Dan disinilah peran dari ultimum remedium.
Namun dalam pelaksanaannya di
Indonesia seringkali asas ultimum remedium ini terabaikan. Banyak
perkara pidana yang walaupun pihak dari korban maupun keluarga korban merasa
bahwa perkara tersebut dapat diselesaikan melalui jalur kekeluargaan, tapi
tetap saja pihak kepolisian terus melanjutkan pemeriksanaan terhadap kasus
tersebut. hal inilah yang menyebabkan seolah-olah asas ultimum remedium
tersebut hanyalah teori belaka yang sulit untuk ditegakkan.
Jika dikaitkan
dengan tujuan pemidanaan, maka apabila terhadap suatu tindak pidana pihak
korban maupun keluarga telah terpenuhi rasa keadilannya, pemidanaan terhadap
pelaku menjadi tidak diperlukan lagi.
Posting Komentar