Dalam ilmu hukum, khususnya hukum pidana, terhadap perbuatan melawan hukum
dikenal adanya dua macam alasan yang menjadi dasar peniadaan pidana, yaitu
alasan pembenar dan alasan pemaaf.
Alasan yang pertama yang disebut dengan alasan pembenar, berhubungan dengan
sifat obyektivitas dari suatu tindakan yang melawan hukum. Dengan alasan
pembenar ini suatu tindak pidana kehilangan unsur perbuatan melawan hukumnya,
sehingga siapa pun juga yang melakukan tindakan tersebut tidak akan dapat
dipidana karena tidak memiliki lagi unsur perbuatan melawan hukumnya. Termasuk
dalam alasan pembenar ini adalah:
- Adanya daya paksa (overmacht, Pasal 48 KUHP)
- Adanya pembelaan yang terpaksa (noodweer, Pasal 49 ayat (1) KUHP).
- Karena menjalankan perintah undang-undang (Pasal 50 KUHP) dan;
- Karena sedang menjalankan perintah jabatan yang sah (Pasal 51 ayat (1) KUHP).
Alasan yang kedua disebut dengan alasan pemaaf yang berkaitan dengan sifat
subyektivitas dari tindak pidana tersebut.
Dalam alasan pemaaf ini, seorang subyek pelaku tindak pidana dihadapkan pada suatu keadaan yang demikian rupa sehingga keadaan jiwanya menuntun ia untuk melakukan suatu tindakan yang termasuk dalam tindak pidana. Ini berarti dalam alasan pemaaf ini unsure kesalahan dari pelaku ditiadakan. Termasuk dalam alasan pemaaf tersebut adalah
Dalam alasan pemaaf ini, seorang subyek pelaku tindak pidana dihadapkan pada suatu keadaan yang demikian rupa sehingga keadaan jiwanya menuntun ia untuk melakukan suatu tindakan yang termasuk dalam tindak pidana. Ini berarti dalam alasan pemaaf ini unsure kesalahan dari pelaku ditiadakan. Termasuk dalam alasan pemaaf tersebut adalah
- Ketidakmampuan bertanggungjawab dari pelaku (Pasal 44 ayat (1) KUHP)
- Pembelaan terpaksa yang melampaui batas (pasal 49 ayat (2) KUHP)
- Hal menjalankan dengan itikad baik, suatu perintah jabatan yang tidak sah (Pasal 51 auat (2) KUHP)
Jika kita perhatikan ketentuan yang diatur dalam KUH Perdata, ketentuan yang
meng, ketentuan yang mengatur mengenai alasan pembenar dan alasan pemaaf bagi
debitor yang tidak dapat melaksanakan prestasinya sesuai dengan kewajiban
yang telah ditentukan dan pada saat yang telah ditetapkan dapat kita temukan
dalam pasal 1244 dan Pasal 1245 KUH Perdata, yang berada dalam Bagian keempat
Bab Kesatu Buku III KUH Perdata yang mengatur mengenai “Penggantian biaya, rugi
dan bunga karena tidak terpenuhi suatu perikatan”. Kedua pasal tersebut,
yaitu Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUH Perdata, secara lengkapnya berbunyi :
- Pasal 1244 KUH Perdata
Debitur
harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. bila ia tak dapat
membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu
dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga,
yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya. walaupun tidak ada itikad buruk
kepadanya.
2.
Pasal 1245 KUH Perdata
Tidak
ada penggantian biaya. kerugian dan bunga. bila karena keadaan memaksa atau
karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan
atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang
terlarang baginya.
Dari rumusan yang diberikan oleh kedua pasal tersebut dapat kita tarik
kesimpulan sebagai berikut:
- Yang dimaksud dengan alasan pembenar adalah alasan yang mengakibatkan debitor yang tidak melaksanakan kewajibannya sesuai perikatan pokok/asal, tidak diwajibkan untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga.
- Alasan pembenar dalam alasan pemaaf yang diperbolehkaan tersebut bersifat limitative, dengan perngertian bahwa selain yang disebutkan dalam KUH Perdata tidak dimungkinan bagi debitor untuk mengajukan alasan lain yang dapat membebaskannnya dari kewajiban untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga dalam hal debitor telah cidera janji. Hal ini harus dibedakan dari suatu keadaan dimana kreditor tidak menuntut pelaksanaan penggantian biaya, kerugian dan bunga dari debitor yang telah cidera janji.
- Alasan pembenar dan alasan pemaaf yang diperbolehkan hanya meliputi hal-hal sebagai berikut :
- Untuk alasan pemaaf bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang dapat dipertanggungkan kepadanya, selama tidak ada itikad buruk kepadanya.
- Alasan pembenar karena keadaan memaksa debitor terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.
- Alasan pembenar karena kejadian yang tidak disengaja, debitor terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.
Yang menarik dari kesimpulan tersebut adalah bahwa persyaratan yang ditentukan
dalam masing-masing huruf a, b, dan c angka 3, dalam tiap-tiap ketentuan
bersifat kumulatif.
Dengan ketentuan tersebut berarti debitor tidak dapat diwajibkan untuk memberikan penggntian berupa biaya, kerugian dan bunga kepada kreditor, meskipun debitor telah lalai melaksanakan kewajibannya berdasarkansuatu perikatan pokok/asal, selama dan sepanjang:
Dengan ketentuan tersebut berarti debitor tidak dapat diwajibkan untuk memberikan penggntian berupa biaya, kerugian dan bunga kepada kreditor, meskipun debitor telah lalai melaksanakan kewajibannya berdasarkansuatu perikatan pokok/asal, selama dan sepanjang:
- Bagi alasan pemaaf, pasal 1244 KUH Perdata menentukan:
- Ada suatu hal yang tidak terduga sebelumnya pada saat perikatan dilahirkan yang tidak memungkinkan dilaksanakannya perikatan pada saat yang telah ditentukan atau sama sekali tidak memungkinkan pelaksanaan dari perikatan tersebut.
- Hal yang tidak terduga tersebut adalah suatu peristiwa yang berada di luar tanggung jawab debitor. Hal ini adalah wajar mengingat bahwa suatu perikatan yang pelaksanaannya semata-mata digantungkan pada kehendak debitor adalah batal demi hukum. Perikatan tersebut dianggap tidak pernah ada sejak awal. Selain itu dalam hal perikatan tidak dilaksanakan atau dilaksanakan tetapi tidak sesuai dengan yang telah ditentukan, oleh karena terjadinya suatu peristiwa yang masih berada di bawah kemampuan debitor untuk menghindarinya ataupun suatu peristiwa yang diciptakan oleh debitor atau yang terjdi karena kelalaian debitor,
- Debitor tidak memiliki itikad buruk untuk tidak melaksanakan kewajiban yang telah dibebankan padanya berdasarkan perikatan yang telah ada di antara debitor-kreditor. Dengan rumusan negative, yang menyatakan bahwa “selama tidak ada itikad buruk padanya”. KUH Perdata bermaksud menyatakan bahwa cukup debitor berada dalam keadaan netral saja, dan tidak perlu berlebihan dalam menyikapi terjdinya peristiwa yang tidak terduga tersebut, yang tidak berada di bawah tanggung jawabnya, yang menyebabkan debitor tidak dapat melaksanakan kewajibannya berdasarkan perikatan yang telah ada.
- Terhadap alasan pembenar, Pasal 1245 KUH Perdata menentukan syarat yaitu tidak ada penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila terjadi :
- Keadaan memaksa;
- Kejadian yang tidak disengaja.
Yang menyebabkan debitor terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang
diwajibkan atau melakuan suatu perbuatan yang terlarang baginya. Kedua
hal tersebut, yaitu adanya keadaan memaksa atau kejadian yang tidak disengaja
adalah dua hal yang bersifat alternative, dengan pengertian bahwa jika salah
satu peristiwa terjadi, maka debitor digapuskan dan kewajibannya untuk
memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, meskipun debitor tidak
memenuhi perikatan pada waktu yang telh ditetapkan.
KUH Perdata tidak memberikan pengertian lebih lanjut dari kedu hal
tersebut. Jika kita lihat pernyataan “keadaan memaksa”, yang dikaitkan dengan
pernyataan “kejadian yang tidak disengaja” maka jelas rumusan tersebut menunjuk
pada suatu keadaan yang merupakan kejadian yang berada di luar kekuasaan
denitor sendiri.
Dari uraian yang diberikan di atas tampak jelas bahwa hukum perdata hanya
mengenai ketiga macam alasan sebagai alasan pempemaaf dan alasan pembenar yang
memungkinkanseseorang yang telah wanprestasi tidak dikenakan ancaman hukuman
dalam bentuk penggantian biaya kerugian dan bunga. Jika kita perhatikan ketiga
macam alasan tersebut, dapat kita katakana bahwa dari ketujuh alasan yang
diberikan dalam ketentuan hukum pidana tersebut di atas yaitu :
- Adanya daya paksa (overmacht, Pasal 48 KUHP)
- Adanya pembelaan yang terpaksa (noodweer, Pasal 49 ayat (1) KUHP)
- Karena menjalankan perintah undang-undang (Pasal 50 KUHP)
- Karena sedang menjalankan perintah jabatan yang sah (Pasal 51 ayat (1) KUHP)
- Ketidakmampuan bertanggungjawab dari pelaku (Pasal 44 ayat (1) KUHP)
- Pembelaan terpaksa yang melampaui bata (noodweerexces, Pasal 49 ayat (2) KUHP)
- Hal yang menjalankan dengan itikad baik, suatu perintah jabatan yang tidak sah (Pasal 51 ayat (2) KUHP)
Terkait dengan hal tersebut, yang dihubungkan dengan alsan pemaaf dan
alasan pembenar dalam hukum perdata, dapat dikatakan bahwa ketiga alasan
tersebut dapat dikatakan bahwa alasan pmbenar dalam hukum perdata
tersebut adalah sama dengan keberadaan overmacht, noodweer dan noodweerexces
dalam hukum pidana . Sedangkan dua alasan yang diesbutkan dalam angka 3 dan
angka 4 sudah selayaknya jika ketentuan tersebut sama sekali menghapuskan
unsure perbuatan melawan hukum. Sedangkan dalam kaitannya dengan ketentuan
angka 6 dan angka 7 sebagai alasan pemaaf perlu diperhatikan ketentuan Pasal
1367 KUH Perdata yang berbunyi :
“Seseorang
tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang disebabkan perbuatannya
sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan
orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang
berada di bawah pengawasannya. “
“Orangtua
dan wali bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh anak-anak yang
belum dewasa, yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan
kekuasaan orangtua atau wali. Majikan dan orang yang mengangkat orang lain
untuk mewakili urusan-urusan mereka, bertanggung jawab atas kerugian yang
disebabkan oleh pelayan atau bawahan mereka dalam melakukan pekerjaan yang
ditugaskan kepada orang-orang itu. “
“Guru
sekolah atau kepala tukang bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh
murid-muridnya atau tukang-tukangnya selama waktu orang-orang itu berada di
bawah pengawasannya.”
“Tanggung
jawab yang disebutkan di atas berakhir, jika orangtua, guru sekolah atau kepala
tukang itu membuktikan bahwa mereka masing-masing tidak dapat mencegah
perbuatan itu atas mana meneka seharusnya bertanggung jawab”.
+ komentar + 1 komentar
MANTAB PAK BUDIMAN!!!! saya juga sudah terbukti. saya juga ada mbah yang bisa mengandakan uang MBAH MERAH TANAH SENGON
Posting Komentar