photo BANNERLPKSM_zps120bacdb.jpg
Home » » Kelangkaan Komoditi Pangan Faktor By Design

Kelangkaan Komoditi Pangan Faktor By Design

Written By CELEBES on Sabtu, 16 Maret 2013 | 19.06




Diduga keterlibatan penyelenggara negara yang mendukung terciptanya kartel produk pangan.
INU

Kelangkaan pasokan bawang merah dan bawang putih hingga menyebabkan lonjakan harga mencapai kisaran 100 persen kurun dua pekan membuat tanda tanya besar. Apakah kelangkaan itu disebabkan oleh faktor teknis atau memang by design.

Sekjen Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Fadli Zon dan Direktur INDEF Enny Sri Hartati memilih faktor kedua sebagai penyebabnya. “Diduga kelangkaan karena memang dibuat sedemikian rupa,” ujar Fadli yang diamini Enny dalam diskusi di sebuah radio berjaringan di Jakarta, Sabtu (16/3).

Pendapat keduanya muncul setelah Sesditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pangan (P2HP) Kementan Yasin Taufik menguraikan untuk komoditas bawang merah, Indonesia mengalami surplus sehingga impor hanya lima persen.

Produksi bawang merah dalam negeri mencapai 900 ribu ton hingga sejuta ton per tahun. Konsumsi per kapita per tahun mencapai 2,5 kilogram. Jika dijumlah dengan penduduk Indonesia 245 juta maka konsumsi bawang merah per tahun mencapai 660 ribu ton.

Sedangkan untuk komoditas bawang putih, keadaannya justru terbalik. Konsumsi per kapita per tahun mencapai 1,36 kg atau total kebutuhan dalam negeri mencapai 330 ribu ton. Pasokan dalam negeri tak mencapai 10 persen sehingga harus mendatangkan dari sejumlah negara. Namun, sudah ada sejumlah sarana pengaman agar petani dalam negeri dan konsumen tak dirugikan karena besarnya kebutuhan impor.

Menurut dia, era 1990-an Indonesia pernah surplus bawang putih. Luas areal tanaman bawang putih mencapai 25 ribu ha dengan rata-rata produksi tujuh ton per ha. Atau total produksi nasional mencapai 175 ribu ton pertahun.

Era kejayaan komoditas bawang putih dalam negeri pudar tatkala perdagangan bebas mulai diikuti Indonesia. Larangan menghambat produk suatu negara masuk ke negara lain tak dapat dihalangi, malah makin melibas petani dalam negeri. Akhirnya, tak ada insentif dari pemerintah, petani bawang putih mulai meninggalkan lahan pertanian hingga data pada tahun 2000, produksi hanya 13 ribu ton pertahun.

Terkait kelanggkaan dua komoditas utama bagi kuliner Indonesia, Yasin mengatakan, secara teori, kenaikan harga komoditas pangan disebabkan tiga hal. Karena faktor psikologis, gagal panen, dan faktor supply and demand. “Tidak ada distorsi harga akibat ketiga faktor tersebut,” tegasnya.

Pernyataan Yasin justru membingungkan Enny. Menurutnya, teori ekonomi apapun akan menjelaskan harga komoditas dipengaruhi oleh supply and demand. “Tak ada permintaan besar dari dalam negeri dan tak ada distorsi harga, mengapa pasokan seret hingga harga terkerek hampir 100 persen dalam dua pekan?”

Fadli lalu mencurigai kelangkaan ini bukan karena disebabkan oleh kendala teknis. Namun, dibuat sedemikian rupa. Dia mencurigai tindakan semacam ini dilakukan para pemburu rente agar memperoleh keuntungan besar.

Semisal, tertahannya sejumlah kontainer berisi bawang merah impor di Pelabuhan  Tanjung Perak. Fadli mengutarakan berdasarkan kabar yang dia dapat, sejak awal 2013 Ditjen P2HP telah menyetujui Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) berdasarkan Permentan No.60/Permentan/OT.140/9/2012. “Namun tak juga ditandatangani Menteri Pertanian Suswono sehingga importir nekat impor bawang merah,” paparnya.

Importir mengandalkan Surat Persetujuan Impor (SPI) yang dikeluarkan Menteri Peragangan Gita Wirjawan. Padahal, RIPH menjadi landasan Mendag menandatangani SPI.
Fakta tersebut, menurut Fadli menindikasikan kelangkaan dua komoditas holtikultura tersebut memang diatur sedemikian rupa. “Ini menjadi wilayah penegak hukum untuk karena pengaturan semacam ini tak mungkin tak melibatkan penyelenggara negara,” tukasnya.

“Kejadian di Tanjung Perak mengindikasikan adanya kartel, karena sudah ada permainan perizinan sekaligus menunjukkan tak ada kebijakan jitu pemerintah dalam hal keamanan pangan,” timpal Enny.
Menanggapi kecurigaan dua narasumber tersebut, Yasin bersikukuh sangat kecil bagi Kementan menjadi bagian terciptanya kartel. Begitu pula dengan Kemendag. "Kecil kemungkinan untuk itu," tandasnya.

Sebelumnya, mengutip situs Kementan, Mentan Suswono berjanji pemerintah akan mengaudit secara menyeluruh Importir Terdaftar (IT)  bawang putih terkait melonjaknya harga komoditas ini di pasaran.
“Tidak logis karena izin sudah diberikan. Oleh karena itu audit menyeluruh dilakukan untuk mengetahui rekomendasi impor ini direalisasikan atau tidak,” jelas Suswono usai membuka seminar Global Status of Commercialized Biotech/ GM 2012 di Jakarta, (13/3).

Dikhawatirkan, importir yang sudah memiliki izin impor tidak merealisasikan impornya tetapi menjual izinnya ke orang lain. Saat ini pengusaha importir bawang sebanyak 131 Importir Terdaftar (IT) yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan. Sebanyak 114 perusahaan terdaftar  menjadi IT bawang putih.

Menurut Mentan jika alokasi impor itu dibagi kepada seluruh importir, maka masing-masing importir 


Sumber : Hukum Online
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Lembaga Perlindungan Konsumen CELEBES - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger