Diduga keterlibatan penyelenggara
negara yang mendukung terciptanya kartel produk pangan.
INU
Kelangkaan pasokan bawang merah dan
bawang putih hingga menyebabkan lonjakan harga mencapai kisaran 100 persen
kurun dua pekan membuat tanda tanya besar. Apakah kelangkaan itu disebabkan
oleh faktor teknis atau memang by design.
Sekjen Himpunan Kerukunan Tani
Indonesia (HKTI) Fadli Zon dan Direktur INDEF Enny Sri Hartati memilih faktor
kedua sebagai penyebabnya. “Diduga kelangkaan karena memang dibuat sedemikian
rupa,” ujar Fadli yang diamini Enny dalam diskusi di sebuah radio berjaringan
di Jakarta, Sabtu (16/3).
Pendapat keduanya muncul setelah Sesditjen
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pangan (P2HP) Kementan Yasin Taufik menguraikan
untuk komoditas bawang merah, Indonesia mengalami surplus sehingga impor hanya
lima persen.
Produksi bawang merah dalam negeri
mencapai 900 ribu ton hingga sejuta ton per tahun. Konsumsi per kapita per
tahun mencapai 2,5 kilogram. Jika dijumlah dengan penduduk Indonesia 245 juta
maka konsumsi bawang merah per tahun mencapai 660 ribu ton.
Sedangkan untuk komoditas bawang putih,
keadaannya justru terbalik. Konsumsi per kapita per tahun mencapai 1,36 kg atau
total kebutuhan dalam negeri mencapai 330 ribu ton. Pasokan dalam negeri tak
mencapai 10 persen sehingga harus mendatangkan dari sejumlah negara. Namun,
sudah ada sejumlah sarana pengaman agar petani dalam negeri dan konsumen tak
dirugikan karena besarnya kebutuhan impor.
Menurut dia, era 1990-an Indonesia
pernah surplus bawang putih. Luas areal tanaman bawang putih mencapai 25 ribu
ha dengan rata-rata produksi tujuh ton per ha. Atau total produksi nasional
mencapai 175 ribu ton pertahun.
Era kejayaan komoditas bawang putih
dalam negeri pudar tatkala perdagangan bebas mulai diikuti Indonesia. Larangan
menghambat produk suatu negara masuk ke negara lain tak dapat dihalangi, malah
makin melibas petani dalam negeri. Akhirnya, tak ada insentif dari pemerintah,
petani bawang putih mulai meninggalkan lahan pertanian hingga data pada tahun
2000, produksi hanya 13 ribu ton pertahun.
Terkait kelanggkaan dua komoditas utama
bagi kuliner Indonesia, Yasin mengatakan, secara teori, kenaikan harga
komoditas pangan disebabkan tiga hal. Karena faktor psikologis, gagal panen,
dan faktor supply and demand. “Tidak ada distorsi harga akibat ketiga
faktor tersebut,” tegasnya.
Pernyataan Yasin justru membingungkan
Enny. Menurutnya, teori ekonomi apapun akan menjelaskan harga komoditas
dipengaruhi oleh supply and demand. “Tak ada permintaan besar dari dalam
negeri dan tak ada distorsi harga, mengapa pasokan seret hingga harga terkerek
hampir 100 persen dalam dua pekan?”
Fadli lalu mencurigai kelangkaan ini
bukan karena disebabkan oleh kendala teknis. Namun, dibuat sedemikian rupa. Dia
mencurigai tindakan semacam ini dilakukan para pemburu rente agar memperoleh
keuntungan besar.
Semisal, tertahannya sejumlah kontainer
berisi bawang merah impor di Pelabuhan Tanjung Perak. Fadli mengutarakan
berdasarkan kabar yang dia dapat, sejak awal 2013 Ditjen P2HP telah menyetujui
Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) berdasarkan Permentan No.60/Permentan/OT.140/9/2012. “Namun tak juga
ditandatangani Menteri Pertanian Suswono sehingga importir nekat impor bawang
merah,” paparnya.
Importir mengandalkan Surat Persetujuan
Impor (SPI) yang dikeluarkan Menteri Peragangan Gita Wirjawan. Padahal, RIPH
menjadi landasan Mendag menandatangani SPI.
Fakta tersebut, menurut Fadli
menindikasikan kelangkaan dua komoditas holtikultura tersebut memang diatur
sedemikian rupa. “Ini menjadi wilayah penegak hukum untuk karena pengaturan
semacam ini tak mungkin tak melibatkan penyelenggara negara,” tukasnya.
“Kejadian di Tanjung Perak
mengindikasikan adanya kartel, karena sudah ada permainan perizinan sekaligus
menunjukkan tak ada kebijakan jitu pemerintah dalam hal keamanan pangan,”
timpal Enny.
Menanggapi kecurigaan dua narasumber
tersebut, Yasin bersikukuh sangat kecil bagi Kementan menjadi bagian
terciptanya kartel. Begitu pula dengan Kemendag. "Kecil kemungkinan untuk
itu," tandasnya.
Sebelumnya, mengutip situs Kementan,
Mentan Suswono berjanji pemerintah akan mengaudit secara menyeluruh Importir
Terdaftar (IT) bawang putih terkait melonjaknya harga komoditas ini di
pasaran.
“Tidak logis karena izin sudah
diberikan. Oleh karena itu audit menyeluruh dilakukan untuk mengetahui
rekomendasi impor ini direalisasikan atau tidak,” jelas Suswono usai membuka
seminar Global Status of Commercialized Biotech/ GM 2012 di Jakarta,
(13/3).
Dikhawatirkan, importir yang sudah
memiliki izin impor tidak merealisasikan impornya tetapi menjual izinnya ke
orang lain. Saat ini pengusaha importir bawang sebanyak 131 Importir Terdaftar
(IT) yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan. Sebanyak 114 perusahaan
terdaftar menjadi IT bawang putih.
Menurut Mentan jika alokasi impor itu
dibagi kepada seluruh importir, maka masing-masing importir
Sumber : Hukum Online
Posting Komentar