photo BANNERLPKSM_zps120bacdb.jpg
Home » » KAJIAN YURIDIS TENTANG REKAM MEDIS

KAJIAN YURIDIS TENTANG REKAM MEDIS

Written By CELEBES on Rabu, 23 Oktober 2013 | 19.26

lpksmcelebes.com/_Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan pada saat sekarang, juga menuntut restorasi terhadap pemikiran masyarakat atas keterbukaan informasi dalam dunia pelayanan kesehatan khususnya Rekam Medis. 
Bertambahnya kapasitas pendidikan masyarakat (pasien) mempengaruhi terjadinya pergeseran hubungan antara dokter dan pasien yang tadinya kedudukan dokter lebih tinggi dibandingkan dengan pasien dikarenakan pasien merupakan pihak yang ingin disembuhkan oleh dokter yang tahu terkait kondisi kesehatan pasien. 
Saat seperti ini sering kali pasien secara langsung menyerahkan tanggung jawab tindakan medis sepenuhnya kepada dokter karena menganggap dokter tahu segalanya (good father). 
Hubungan pasien dan dokter dalam upaya penyembuhan dipahami tidak lagi sekedar hanya pengobatan pada umumnya, tetapi dipahami sebagai perjanjian terapeutik, dimana pasien diwajibkan memahami hak dan kewajiban dalam setiap upaya penyembuhan kesehatannya oleh dokter, dan upaya ini harus diperoleh dari kerja sama antara pasien dengan dokter dikarenakan dalam perjanjian terapeutik kedudukan antara pasien dan dokter adalah sejajar, terkait dengan semua upaya tindakan medis yang dilakukan oleh dokter, demi kesembuhan pasien dari penyakit.
Rekam Medis (Medical Record ) adalah berkas berisi catatan dan dokumen tentang pasien yang berisi identitas, pemeriksaan, pengobatan, tindakan medis lain pada sarana pelayanan kesehatan untuk rawat jalan, rawat inap, baik dokelola pemerintah ataupun swasta. 
Sedangkan menurut PERMENKES No.269/MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis dalam Pasal 1 ayat (1) berbunyi: “ Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien”. 
Dalam UU No.29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran Pasal 46 ayat (1) “Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis”, ayat (2)” Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan, ayat (3)” Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan”. 
Sedangkan dalam Penjelasan Pasal 46 ayat (1) berbunyi:” Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan,dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien”.
Rekam Medis dibuat tidak hanya dalam rangka membina organisasi dan management rumah sakit (dokter) untuk menuju pada pelayanan terbaik kepada pasien, namun yang paling penting untuk terjalinnya komunikasi antara pasien dengan dokter terkait setiap tindakan medis yang dilakukan oleh dokter, serta melindungi setiap hak pasien yang diatur dalam UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. 
Dalam Pasal 8 UU 36 tahun 2009 mengatur bahwa “Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan”, UU No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit Pasal 29 ayat(1) huruf a juga mengatur bahwa “memberikan informasi yang benar tentang pelayanan rumah sakit kepada masyarakat”, dan Pasal 32 huruf j terkait dengan Hak pasien juga mengatur bahwa “mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yangmungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”.
Sedangkan dalam Pasal 3 ayat (1),(2),(3),(4) PERMENKES No.269/MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis, membagi jenis dan isi rekam medis menjadi 4(empat) yaitu:

1. Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan

2. Isi rekam medis untuk pasien rawat inap
3. Isi rekam medis untuk pasien gawat darurat,dan
4. Isi rekam medis untuk pasien dalam keadaan bencana.

PERMENKES No.269/MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis juga mengatur mengenai kepemilikan Rekam Medis dalam pelayanan kedokteran/kesehatan yang diatur dalam Pasal 12 ayat (1) “berkas rekam medis sepenuhnya milik sarana pelayanan kesehatan”, ayat (2)“ Isi Rekam Medis merupakan milik pasien”, dan ayat (4) “Rekam Medis sebagaimana dimaksud pada ayat(3) dapat diberikan,dicatat,dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu”. 
Dengan sifat rahasianya rekam medis dimana dokter atau rumah sakit memiliki kewajiban untuk merahasiakan seluruh dokumen rekam medis tersebut yang diatur dalam Pasal 48 ayat (1) dan (2) UU No.29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran, Pasal 322 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP), Pasal 57 ayat (1) dan (2) UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, serta Pasal 10 ayat (1) dan (2) huruf a,b,c, dan huruf d PERMENKES No.269/MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis.

Sebenarnya tujuan dari rahasianya dokumen Rekam Medis tersebut juga untuk memberikan perlindungan tidak hanya dari aspek administrasi, aspek medis namun yang terpenting dari aspek hukum yakni terkait dengan kedudukan Rekam Medis sebagai Alat Bukti sesuai dengan KUHAP Pasal 184 ayat (1) huruf c sebagai alat bukti surat dalam perkara Pidana, dan Pasal 164 HIR sebagai alat bukti Tertulis dalam Perkara Perdata.
Sedangkan dalam aspek medisnya, untuk mengukur tindakan medis yang dilakukan oleh dokter telah sesuai dengan Standar Profesi Medis (SPM), dikarenakan apabila dalam isi Rekam Medis tersebut berbeda dengan tindakan medis yang dilakukan oleh dokter akan memberi dampak buruk terhadap kesehatan pasien, sehingga bisa diduga telah terjadi perbuatan yang melanggar (malpractice) dan bisa dilakukan upaya hukum baik secara perdata (terkait dengan adanya kerugian materil korban karena kesalahan dokter dalam melakukan tindakan medis), pidana (adanya unsur pidana kesenggajaan atau ketidaksengajaan dalam tindakan medis sehingga korban mengalami kondisi yang parah), maupun administrasi (terkait dengan profesi kedokterannya untuk bisa dilaporkan ke komisi kode etik kedokteran).
Penulis : Hasrul Buamona,S.H (Staf Pembela Umum LBH Yogyakarta)


Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Lembaga Perlindungan Konsumen CELEBES - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger