photo BANNERLPKSM_zps120bacdb.jpg
Home » » Analisis Kasus Malparaktek Melalui Hukum Kesehatan

Analisis Kasus Malparaktek Melalui Hukum Kesehatan

Written By CELEBES on Kamis, 12 Desember 2013 | 05.59


Contoh Kasus
Terdakwa Kasus Malpraktek Dokter RSUP Kandou Diputus Bebas
Ketiga terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan malpraktek seperti yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum.
Tiga dokter yang diduga melakukan malpraktek terhadap korban Siska Makatey diputus bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Manado, Jumat (23/9).
Majelis Hakim PN Manado dalam amar putusannya menyatakan bahwa Dewa Ayu Sasiary Prawani, Hendry Simanjuntak, dan Hendy Siagian tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan malpraktek seperti yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Theodorus Rumampuk dan Maryanti Lesar.
Majelis Hakim dalam pertimbangan hukum menyebutkan bahwa JPU tidak dapat membuktikan dalil dakwaan resiko terburuk akibat operasi.
Ketiga terdakwa juga tidak ditemukan melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan operasi terhadap korban alm. Siska Makatey.
Menurut Majelis Hakim, baik dakwaan primair maupun dakwaan subsidair yang diajukan JPU terhadap ketiga terdakwa tidak dapat dibuktikan, karena itu ketiga terdakwa harus dibebaskan.
Selain itu, dakwaan subsidair dan dakwaan alternatif juga tidak dapat dibuktikan sehingga para terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan hukum.
Kasus dugaan malpraktek tersebut terjadi pada tanggal 10 April 2010 lalu di RSUP Kandou Malalayang. Korban Siska Makatey, warga Desa Tateli Weru, meninggal dunia saat bersalin akibat terjadinya pembesaran bilik kanan jantung.
Diduga, pembesaran bilik kanan jantung korban terjadi karena pengaruh infus dan obat yang diberikan.
JPU menuntut ketiga terdakwa dengan hukuman 10 bulan penjara karena melakukan kelalaian dan kesalahan sehingga berakibat korban meninggal dunia.
JPU Theodore Rumampuk menyatakan pikir-pikir atas putusan Majelis Hakim ini.
Analisis
Dalam hukum kesehatan antara pasien dan dokter terdapat hubungan yang bersifat paternalistik yaitu kepercayaan yang bertolak dari prinsip “Father Knows Best” yang memberikan ketergantungan pasien kepada dokter. Hubungan interaksi antara dokter dan pasien sangatlah pribadi antar individu. Hubungan interakasi tersebut disebut “transaksi terapeutik” yang dilindungi oleh hukum. Dari transaksi terapeutik ini muncul sifat inspannings verbintesis. Sesuai pendapat dari Met Zorgen Inspannings bahwa objek perikatan dari hubungan antara dokter dan pasien berupa kewajiban berusaha untuk menyembuhkan pasien yang dilakukan dengan hati-hati dan usaha keras.
Dengan landasan yang sangat mendasar dari posisi keduanya maka pihak-pihaknya harus benar-benar memahami urgensi posisinya. Dalam malprakteklah hubungan keduanya ini sering terjadi benturan dan yang melahirkan kesalahan terutama dari pihak dokter. Padahal posisi dokter sangat penting. Karena pasien datang ke dokter pada dasarnya adalah untuk sembuh. Tanpa disadari bahwa ada kemungkinan lain yaitu penyakitnya tambah parah atau berujung pada kematian.
Pasien sebagai objek yang tergantung pada aksi dari dokter haruslah memahami apa hak-haknya dalam hukum kesehatan yaitu :
Sosial
Hak atas pelayanan medis atau kesehatan (the right to health care)
Individual
  • Hak Privasi
Hak atas rahasia kesehatan
  • Hak atas badan sendiri
  1. Hak atas informed consent (persetujuan untuk tindakan medis)
  2. Hak memilih dokter dan rumah sakit
  3. Hak menolak atau menghentikan
  4. Hak akan second opinion atau pilihan kedua
  5. Hak memeriksa rekap medis
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585 tahun 1989 (Permenkes No. 585 tahun 1989). Pengertian dari informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien / keluarganya setelah mendapat penjelasan tindakan medis.
Dari hukum positif tersebut masyarakat bisa bertindak hati-hati dan mempunyai dua step yaitu preventif dan represif. Sayangnya tidak semua kalangan tahu akan ketentuan-ketentuan tersebut. Sehingga terkadang yang tahu akan peraturan tersebut membutakan (tidak memberi tahu) orang lain yang seharusnya tahu.
Fakta inilah yang terjadi pada tiga dokter yaitu Dewa Ayu Sasiary Prawani, Hendry Simanjuntak, dan Hendy Siagian yang diduga melakukan malpraktek terhadap korban Siska Makatey. Namun sayangnya dalam pembuktian yang tidak kuat, diputus bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Manado. Karena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan malpraktek. Padahal melalui endowed with human dignity seeking the best for him selfbahwa setiap insan dianugerahi hak istimewa mencari perlakuan terbaik untuk dirinya sendiri. Dalam hal ini korban Siska Makatey juga memiliki hak istimewa itu. Sayangnya faktanya tidak berjalan sebagaimana seharusnya terdapat perbedaan antara das sein dan das solen. Siska Makatey memiliki hak untuk tercapainya freedom of willatas dirinya sendiri untuk mencapai hidup yang sehat kembali.
Siska Makatey sudah menyadari memang dari awal ketika pergi ke dokter bahwa dua pilihannya kembali sembuh atau keadaannya akan bertambah buruk. Sayangnya opsi kedua ternyata lebih berpihak untuknya. Malangnya tidak tahu apakah dokter memang sudah melakukan yang terbaik ataukah mungkin sebaliknya. Tetapi dalam hal ini siapapun berhak memberikan pendapat atas fenomena yang sudah terjadi. Kasus dugaan malpraktek yang terjadi atas Siska Makatey pada tanggal 10 April 2010 lalu di RSUP Kandou Malalayang. Korban warga Desa Tateli Weru, meninggal dunia saat bersalin akibat terjadinya pembesaran bilik kanan jantung.
Dalam teori informed consent, pasien berhak untuk membuat keputusan sehingga harus mendapatkan informasi yang cukup agar tercaai tindakan medis yang baik sesuai dengan kepentingan pasien dan dokter. Hal inilah yang sebelumnya harus didapatkan oleh Siska Makatey. Sehingga apabila terjadi sengketa diantara keduanya maka perbedaan persepsi antara logika dokter dan pasien serta kesenjangan posisi antara keduanya bisa diselesaikan oleh keduanya. Karena mereka yang lebih memahami situasi dan kondisi masing-masing. Asas pacta sunt servanda bahwa perjanjian yang mereka sepakati adalah berlaku layaknya undang-undang bagi pihak yang melakukan kesepakatan saling mengikatkan diri.
Faktanya Majelis Hakim PN Manado dalam pertimbangan hukum menyebutkan bahwa JPU tidak dapat membuktikan dalil dakwaan resiko terburuk akibat operasi. Hingga akhirnya ketiga terdakwa juga tidak ditemukan melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan operasi terhadap korban almarhum Siska Makatey. Asas-asas dari hukum kesehatan tidak bisa membantu sepenuh terhadap apa yang sudah dialami Siska Makatey. Majelis Hakim dalam opininya, dakwaan primair maupun dakwaan subsidair yang diajukan JPU terhadap ketiga terdakwa tidak dapat dibuktikan, karena itu ketiga terdakwa harus dibebaskan. Dakwaan subsidair dan dakwaan alternatif juga tidak dapat dibuktikan sehingga para terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan hukum.
Masih dalam posisi dugaan bahwa diduga pembesaran bilik kanan jantung korban terjadi karena pengaruh infus dan obat yang diberikan. Atas hal tersebut JPU menuntut ketiga terdakwa dengan hukuman 10 bulan penjara karena melakukan kelalaian dan kesalahan sehingga berakibat korban meninggal dunia. Atas putusan bebas tersebut JPU Theodore Rumampuk menyatakan pikir-pikir atas putusan Majelis Hakim ini.
Dalam hal ini dapat diberikan analisis bahwa kriteria dari malpraktek ada tiga yaitu :
Criminal Malpractice
Dalam dolus tindakan malpraktek bisa terjadi karena melakukan tindakan medis yang tidak sesuai denganstandart operating prosedure (SOP), melakukan tindakan medis tanpa informed consent. Sedangkan dalam culvamelakukan tindakan medis tidak hati-hati yang berakibat tambah fatalnya keadaan dari pasien.
Dalam masa sekarang ini transplantasi organ, jaringan, dan transfusi darah untuk tujuan komersial termasuk dalam kategori malpraktek. Bentuk nyata lainnya yang diatur dalam hukum positif di Indonesia diantaranya salah atau alfa yang menyebabkan kematian sebagaimana disebutkan dalam Pasal 359 Undang-Undang No. 1 tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), salah atau alfa menyebabkan luka berat sesuai Pasal 360 KUHP
Civil Malpractice
Dokter tidak melakukan kewajiban atau tidak memberikan prestasi yang disepakati (wanprestasi) dan dokter melakukan perbuatan melakukan hukum.
Administrative Malpractice
Malpraktek dilakukan menyalahi hukum negera seperti berpraktek tanpa adanya izin, berpraktek atas izin praktek yang sudah daluwarsa, dan berpraktek tidak sesuai dengan izin praktek yang diberikan.
Dalam kasus Siska Makatey tergolong dalam criminal malpractice dimana adanya tindakan dari dokter yang mengakibatkan adanya pasien meninggal dunia. 


Sumber :
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Lembaga Perlindungan Konsumen CELEBES - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger