Liputan6.com, Jakarta Pernah melihat rokok eksklusif yang didesain khusus untuk istana presiden? Meski bukan barang baru di pemerintah, rokok khusus ini memiliki logo burung Garuda Indonesia dan bertuliskan Istana Presiden.
Menanggapi rokok tersebut, Sosiolog dari Universitas Indonesia, Imam Prasodjo mengaku kecewa dan mengecap hal tersebut sebagai pembiaran dan pengkhianatan kaum intelektual. Sebab undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan jelas menuliskan bahwa rokok mengandung zat adiktif.
"Sejumlah jurnal jelas menulis bahwa asap rokok mengandung 4000 bahan kimia, 69 diantaranya menyebabkan kanker paru, penyakit jantung dan penyakit pernapasan. Jadi bagaimana bisa istana memiliki rokok khusus kalau bukan namanya pembiaran. Ini merusak generasi penerus," tegasnya.
"Sejumlah jurnal jelas menulis bahwa asap rokok mengandung 4000 bahan kimia, 69 diantaranya menyebabkan kanker paru, penyakit jantung dan penyakit pernapasan. Jadi bagaimana bisa istana memiliki rokok khusus kalau bukan namanya pembiaran. Ini merusak generasi penerus," tegasnya.
Selain menyasar pejabat istana, Imam juga pernah mengkritik rokok partai dan rokok Kostrad yang sempat heboh beberapa tahun silam. Menurutnya, hal tersebut tidak pantas dilakukan sebab rokok bukan hanya merugikan perokok tapi orang lain yang menghisap asapnya.
Berikut penampakan rokok-rokok khusus istana yang berhasil didokumentasikan Imam:
1. Rokok Mild-Sampoerna
2. Rokok Surya Filter
3. Rokok Djarum
4. Rokok Djarum dan Samporna
5. Rokok Surya bentuk kaleng
6. Kretek
Credits: Irna Gustiawati
Benarkah Merokok Itu Hak Asasi Manusia?
Banyak perokok menilai, kebiasaannya menghisap tembakau merupakan Hak Asasi Manusia yang tidak bisa dilarang. Tak heran, perokok selalu menuntut haknya seperti pengadaan ruang rokok di tempat umum seperti mal atau kantor yang ternyata tetap membahayakan kesehatan lingkungan sekitar.
Menanggapi hal tersebut, Pakar hukum dari Komisi Nasional Penanggulangan Tembakau bidang Hukum dan Advokasi (Indonesia Lawyers Association on Tobacco Control), Muhammad Joni, SH, MHA mengatakan, perokok mesti mengetahui apa saja kategori Hak Asasi Manusia seperti tertulis dalam Undang-undang no.39 tahun 1999 seperti:
1. Hak untuk hidup
2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
3. Hak mengembangkan diri
4. Hak memperoleh keadilan
5. Hak atas kebebasan pribadi
6. Hak atas rasa aman
7. Hak atas kesejahteraan
8. Hak turut serta dalam pemerintah
9. Hak wanita
10. Hak anak
Dalam aturan tersebut, kata dia, menggambarkan bagaimana perokok yang mengganggu hak asasi manusia lain seperti pada poin hak anak. Sebagaimana laporan Kementerian Kesehatan pada 2013 yang menuliskan bahwa perokok banyak ditemukan di kelompok usia 10-14 tahun. Kebanyakan dari mereka, merokok karena terpapar iklan di televisi, spanduk, koran dan majalah, konser musik, internet, olahraga dan radio.
"Saya melihat, merokok justru hak individu bukan HAM. Jika perokok mengatasnamakan HAM, maka pengajuan Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) adalah hak atas kehidupan dan kesehatan. FCTC dan HAM bagaikan sel dan inti sel. Jika tidak segera disahkan, rokok akan mengakibatkan banyaknya jumlah kematian, penyakit dan kecacatan," jelas Joni di sela-sela acara FCTC versus RUU Pertembakauan di Bilangan Sudirman, Jakarta, ditulis Rabu (27/8/2014).
Ketika FCTC tidak segera disahkan di Indonesia, lanjut dia, ini berarti kita semua telah menunda keadilan, mencederai HAM dan menunda orang-orang untuk mendapatkan kesehatan.
Menanggapi hal tersebut, Pakar hukum dari Komisi Nasional Penanggulangan Tembakau bidang Hukum dan Advokasi (Indonesia Lawyers Association on Tobacco Control), Muhammad Joni, SH, MHA mengatakan, perokok mesti mengetahui apa saja kategori Hak Asasi Manusia seperti tertulis dalam Undang-undang no.39 tahun 1999 seperti:
1. Hak untuk hidup
2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
3. Hak mengembangkan diri
4. Hak memperoleh keadilan
5. Hak atas kebebasan pribadi
6. Hak atas rasa aman
7. Hak atas kesejahteraan
8. Hak turut serta dalam pemerintah
9. Hak wanita
10. Hak anak
Dalam aturan tersebut, kata dia, menggambarkan bagaimana perokok yang mengganggu hak asasi manusia lain seperti pada poin hak anak. Sebagaimana laporan Kementerian Kesehatan pada 2013 yang menuliskan bahwa perokok banyak ditemukan di kelompok usia 10-14 tahun. Kebanyakan dari mereka, merokok karena terpapar iklan di televisi, spanduk, koran dan majalah, konser musik, internet, olahraga dan radio.
"Saya melihat, merokok justru hak individu bukan HAM. Jika perokok mengatasnamakan HAM, maka pengajuan Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) adalah hak atas kehidupan dan kesehatan. FCTC dan HAM bagaikan sel dan inti sel. Jika tidak segera disahkan, rokok akan mengakibatkan banyaknya jumlah kematian, penyakit dan kecacatan," jelas Joni di sela-sela acara FCTC versus RUU Pertembakauan di Bilangan Sudirman, Jakarta, ditulis Rabu (27/8/2014).
Ketika FCTC tidak segera disahkan di Indonesia, lanjut dia, ini berarti kita semua telah menunda keadilan, mencederai HAM dan menunda orang-orang untuk mendapatkan kesehatan.
Sumber : http://m.liputan6.com/health/read/2096939/rokok-istana-yang-khusus-beredar-di-istana-presiden-menuai-kritik
http://m.liputan6.com/health/read/2096872/benarkah-merokok-itu-hak-asasi-manusia
Posting Komentar