photo BANNERLPKSM_zps120bacdb.jpg
Home » » KRIMINALISASI ATAU SINETRONISASI ANGGARAN PENYIDIKAN POLRI

KRIMINALISASI ATAU SINETRONISASI ANGGARAN PENYIDIKAN POLRI

Written By CELEBES on Jumat, 10 Juli 2015 | 14.06

ANGGARAN PENYIDIKAN POLISIAda sebuah diskusi kecil antara beberapa anggota Polri tentang bagaimana sulitnya para anggota Polisi yang berdinas di bidang penyidikan, dalam melaksanakan tugas penyidikan khususnya dalam hal pertanggung jawaban penggunaan dukungan anggaran penyelidikan dan penyidikan.PH2009101403177

  1. Sebagai pembayaran langsung (LS), yaitu dimana pencairan uang dibayarkan karena untuk membayar tagihan secara langsung misalnya saat dicairkan memang sudah ditentukan untuk membiayai suatu tagihan seperti sewa mobil sehingga saat pencairan diajukan dgn bukti penagihan dr pihak yg menyewakan mobil.
  2. Uang Persediaan (UP), yaitu uang negara yg dicairkan untuk suatu kebutuhan yg belum bisa dipastikan apakah untuk bayar makanan atau pulsa, dsb. Yang pasti saat uang itu habis dan penyidik membutuhlan Uang Persediaan tambahan. Penyidik harus membuat pertanggung jawaban penggunaan uang tersebut beserta buktinya baru bisa mendapatkan uang persediaan tambahan. Dokumen Pengajuan uang persediaan dikenal dikalangan penyidik dengan renbut.
  3. Uang pengganti; Uang pengganti adalah pencairan uang untuk mengganti pengeluaran dari kegiatan yg bersifat dinas dimana pada saat terjadi pengeluaran tersebut beban pembiayaan untuk sementara ditanggung oleh penyidik secara pribadi, biasa dikenal dengan istilah reimburse.
  1. Artinya pembiayaan terhadap kasus-kasus tersebut dari mana?
  1. Bagaimana bila ternyata kasus-kasus tersebut bukan dibiayai oleh negara dapat diartikan sebagai pungutan ?
  1. Apabila  tidak ada anggaran penyidikan apakah dibiarkan saja?
  1. Apakah diperbolehkan apabila para penyidik itu mencari alternatif pembiayaan?
  1. Apabila sudah mendapatkan biaya tambahan bukan dari negara apakah harus ada berita acara hibah dan penggunaan dananya tetap dipertanggung jawabkan seperti penggunaan uang negara.
sumber foto :http://voices.washingtonpost.com/annapolis/2009/10/pr_georges_police_union_takes.htmlPenyidik Polri saat ini mengalami dilema dan kekhawatiran dapat menyalahi aturan dalam mengelola anggaran penyidikan dan bila hal ini dibiarkan mereka bisa dituduh telah melakukan sebuah tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindakan KORUPSI.Anggaran penyelidikan dan penyidikan memang dalam judul anggaran ditentukan nominal dan jumlah perkara yg dapat dibiayai negara. Namun, pertanggung jawaban keuangan bukan kepada jumlah perkara tetapi kepada penggunaan uang tersebut. Karena sifat uang penyelidikan dan penyidikan adalah uang yg harus dipertanggung jawabkan (UYHD)/ anggaran rutin, dimana ada 3 kategori proses pencairannya, yaituKetiga bentuk pencairan ini tidak mengenal istilah jumlah perkara yg ditangani dalam pertanggung jawabannya, pertanggung jawaban dalam pencairan uang tersebut adalah pembiayaan pengeluaran atas suatu kegiatan yang membutuhkan uang, seperti uang bensin dibuktikan dangan kwitansi spbu, uang makan dibuktikan dengan kwitansi dari rumah makan, dan sebagainya.Dikepolisian ada istilah penggolongan kejahatan ringan, sedang dan sulit. Namun permasalahannya pemberlakuan aturan penanganan perkara ringan, sedang dan sulit tidak membuat bentuk pertanggung jawaban berubah, yang berubah hanya terjadi pembatasan penggunaan anggaran untuk menangani suatu perkara. Artinya penentuan nilai perkara ringan/ sedang/ berat hanya merupakan penambahan aturan yg bersifat membatasi limit penanganan perkara bukan menjadi bentuk pertanggungjawaban.Bagaimana dengan ada perkara yang tidak selesai namun anggarannya habis..??  ini artinya para penyidik yang menangani perkara tersebut sudah kehabisan anggaran, dan kasus masih harus dikerjakan. Sementara faktanya ada Polsek yang di bulan ganjil dibiayai negara sebesar 9 juta saja (setara 1 kasus sedang) untuk mengatasi 100 perkara dan dibulan genap dibiayai 3 juta (setara 5 kasus ringan) untuk mengatasi 100 perkara. Kebetulan polsek tersebut menerima laporan lebih dari 100 perkara setiap bulannya, sementara pada saat itu angka kejahatan yang terjadi bisa mencapai 60% setiap bulannya.Kenyataan yang dihadapi dibanyak kantor kepolisian saat ini, dalam menangani perkara-perkara yang dilaporkan masyarakat banyak yang bisa diselesaikan. Misalnya ada satu Polsek dari 100 kasus yang dilaporkan mampu menyelesaikan hingga 30 perkara perbulan. Ini berarti Polsek tersebut dengan hanya anggaran 3 Juta dibulan tersebut bisa membiayai 30 perkara.Artinya setiap perkara hanya dibiayai oleh negara sebesar 100ribu rupiah saja. Apa yang kita bisa dapat dengan uang 100ribu? mampukan itu membiayai ongkos penyelidikan selama sebulan? mampukah itu membiayai bensin selama sebulan? mampukah itu membiayai sewa mobil selama sebulan? mampukah itu membiayai pulsa selama sebulan? mampukah itu untuk membiayai kertas, tinta dan lain-lain???Faktanya, Banyak Polsek yang mampu mengungkap kasus dengan anggaran yang sangat terbatas tersebut. Namun kesulitan menjadi muncul, ketika para penyidik ditingkat Polsek harus diminta mempertanggungjawabkan keuangan dari pembiayaan 30 perkara tersebut dengan mengacu kepada pertanggung jawaban 9 juta rupiah perkasus sedang, sebagaimana diatur oleh negara, dengan demikian, apakah para penyidik tersebut dipaksa membuat pertanggung jawaban pengeluaran fiktif yg tidak pernah mereka keluarkan?Para anggota Polisi dilapangan banyak bertanya kepada pimpinan mereka, dan pimpinan pun sulit mendapatkan jawabannya. Banyak dari mereka yang mengatakan ”Kami tidak mengerti siapa yg salah, apakah kami yg kurang belajar sistem penggunaan anggaran dan pertanggung jawabannya atau sistem pengaggaran di negara ini yang salah?”Kalau Benar negara sudah menentukan bahwa satu kasus sedang hanya dibiayai sebesar 9 juta rupiah, sebagai batas maksimum menangani perkara. Dengan anggaran penyidikan Polsek yang hanya 3 juta perbulan saja, dan kemudian Polsek tersebut mendapatkan laporan kejahatan sebanyak 100 perkara perbulan dan menyelesaikan 30 kasus. Sementara, ternyata uang anggaran penyidikan yang didapat oleh Polsek tersebut (3 juta rupiah perbulan) hanya cukup membiayai 1 perkara ringan saja dan tidak cukup lagi untuk membiayai sisa 99 perkara lainnya.Permasalahannya bila sistem pertanggungjawaban keuangan harus dilaksanakan dengan benar oleh para penyidik Polsek, maka dikemudian hari akan banyak kantor Polsek yang akan membuat surat pemberitahuan kepada 99  pelapor yang tersisa dan belum tertangani tersebut dengan menjelaskan bahwa Polsek belum bisa menangani perkara mereka dengan alasan anggaran. Kalau itu terjadi maka bisa jadi dikemudian hari ada diantara anda yang akan menerima surat menerangkan seperti ini ”Laporan yg saudara berikan tidak dapat kami tindak lanjuti karena tidak ada anggaran dari negara sehingga perkara saudara akan kami tangani pada tahun mendatang dengan nomor urut …dan bila di tahun tersebut, ternyata anggaran yg ada tidak mencukupi untuk menangani perkara saudara maka perkara saudara akan kami tangani sesuai sistem penomoran nomor urut yg ada di tahun selanjutnya, dan demikian selanjutnya hingga perkara saudara mendapat alokasi anggaran dari negara untuk ditangani”11sumber foto : http://www.ocregister.com/articles/million-312708-cities-city.htmlBayangkan bila anda menjadi pelapor dan mendapatkan surat seperti itu dari kantor polisi. Laporan anda tidak ditangani karena tidak ada biaya, tahun depan kalaupun ada baru akan ditangani. Atau menunggu tahun depannya lagi sampai ada. Apakah anda akan menyalahkan polisi? atau anda tetap akan memaksa polisi menanganinya?images (9)sumber foto : http://www.kentpolfed.org.uk/110512.htmMudah-mudahan itu tidak terjadi, namun apa yang diangkat dalam tulisan ini adalah sebuah keniscayaan yang benar dihadapi saat ini. Sebaliknya apabila ada Kantor Polisi ditingkat Polsek dan Polres yang mampu menyelesaikan perkara lebih banyak daripada yg dianggarkan, apakah itu dapat  dianggap sebagai prestasi atau sebuah kesalahan?? Misalnya dari 100 perkara yang dilaporkan, 30 perkara dapat ditangani hingga tuntas dan dapat diselesaikan dengan baik serta pelaku dapat terungkap,meskipun sudah tidak adalagi anggaran untuk itu.Apakah ini benar atau salah? Apakah Polsek ini dianggap berprestasi? Karena menurut sistem pengelolaan keuangan yang berlaku di negara ini, hal tersebut bisa dinilai sebagai bentuk penyimpangan sebagaimana tertuang dalam Keppres 42 tahun 2002 ttg Pedoman Pelaksanaan APBN, pasal 17 ayat (2) yg berbunyi: “Departemen/ lembaga tidak diperkenankan mengadakan pungutan atau tambahan pungutan yang tidak tercantum dalam undang-undang dan atau peraturan pemerintah”Padahal kita tahu,  proses hibah tidak bisa langsung ke kantor Polisi atau satuan kerja yg menangani perkara melainkan harus melalui menteri keuangan.  Faktanya selama ini ternyata Polri masih dipaksa oleh negara untuk melaksanakan banyak kegiatan yg tidak dibiayai negara tetapi mereka tetap dapat dilaksanakan dengan tujuan dapat memenuhi harapan masyarakat.  Bila hal berlangsung terus menerus, sama saja dengan negara telah memerintahkan kepada institusi Polri untuk mencari alternatif pembiayaan yang bisa berdampak kepada tindakan penyimpangan.Sekarang bandingkan dengan saya yang saat ini bekerja di Organisasi terbesar di dunia, Police Division di Markas Besar PBB. Ada sebuah konflik terjadi di Libya. Kami merapatkan permasalahan ini untuk mencari akar konflik dan apa yang bisa dilakukan oleh Polisi PBB dalam rangka membantu menangani permasalahn yang terjadi.Anggaran disiapkan untuk kami bergerak ke Libya. Saat saya sedang di Uruguay, saya dipanggil pulang ke New York untuk segera berangkat ke Libya. PBB menyiapkan Uang pesawat, uang hotel, uang pulsa, uang makan. Selama seminggu kami terjun di Libya.Pada saat bersamaan kami juga harus berangkat ke Sudan, maka segera PBB memerintahkan kami berangkat ke Sudan dengan fasilitas yang sama dan ticket disiapkan dari New York untuk merubah perjalanan dari Tripoli ke Khartoum.Tidak berapa lama dari itu, ada kegiatan rutin yang saya harus hadiri di Markas PBB di Uganda dan sudah terjadwal lama. Saya harus segera hadir disana memberikan pelatihan dan menutup pelatihan.Bisa saja saya memesan ticket sendiri dan langsung ke Entebbe Uganda dari Khartoum, namun PBB tetap meminta kami untuk kembali dulu ke New York baru saya berangkat lagi ke Uganda dari Bew York. Padahal dari Sudan ke Uganda sudah dekat dan kami bisa saja langsung berangkat.Saya dilarang untuk melaksanakan pekerjaan tanpa menggunakan anggaran PBB. Karena sistem pertanggungjawaban keuangan mengharuskan kami kembali dulu, maka kami kembali ke New York dan baru berangkat lagi ke Uganda.Demikian juga dengan sistem pekerjaan yang ada di Pemerintahan Daerah. Lihatlah sekeliling anda, jalanan bolong, taman yang tak tertata, gedung sekolah yang rusak, Jembatan yang perlu diperbaiki, dsb.. Kapan pemerintah setempat memperbaiki itu semua? tentunya semua melalui proses penganggaran yang jelas dimana tanpa anggaran, maka jalan itu akan dibiarkan rusak, tanpa anggaran gedung sekolah itu tak akan dibangun, tanpa anggaran jembatan itu tak akan diperbaiki dan seterusnya.Bila hal itu diaplikasikan kepada sistem di kepolisian kita, dimana anggota dilarang melaksanakan pengungkapan kasus yang terjadi karena anggaran penyidikan sudah habis, maka siapa yang akan disalahkan apabila ada suatu kejadian dan tidak polisi tidak bergerak menangani karena tidak ada anggaran?Kalau masyarakat mengatakan bahwa anggota Polri sudah menerima gaji,  maka disini harus dibedakan antara gaji dengan biaya operasional.Jadi; apa tanggapan para pembaca blog sekalian.. Bila banyak kejahatan yang ada di wilayah anda, dan polisi sudah berupaya maksimal menanganinya dengan anggaran yang sedikit itu masih dipersalahkan,, apakah dikemudian hari para Polisi itu tidak usah menangani laporan masyarakat tanpa ada biaya negara..???? Bandingkanlah anggaran tersebut dengan anggaran penyidikan di KPK yang bisa sampai dengan 300juta rupiah perkasus.Ini bukan curcol, namun inilah fakta diskusi yang kami angkat ke blog ini dalam rangka mendapatkan masukan dari berbagai pihak. Kalau ada yang bertanya : salah sendiri kenapa dulu jadi polisi? saya kira itu bukan pertanyaan yang solutif, karena biarpun 400ribu anggota polisi ini dipecat semua dan diganti dengan polisi baru, tetap saja masalah seperti ini akan muncul selama kita tidak mau berfikir, bahwa Polisi sebenarnya adalah penjaga peradaban sebuah bangsa.Police officers protesting against budget cuts join public sector workers striking over pensionssumber foto :http://think-squad.com/post/73277693861/side-effect-of-legal-pot-police-budgets-take-aTulisan bapak KBP . Krishna Murti ini saya ambil untuk dimuat kembali, sebagai sebuah suluh dan cermin bagi  siapa saja yang bertugas menjaga peradaban manusia.

Mohon ijin dan Terima Kasih BANG KRISNHA MUKTI.

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Lembaga Perlindungan Konsumen CELEBES - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger