Sementara ini dinilai masih belum perlu satukan hukum acara. Tapi tidak menutup kemungkinan ketika enam LAPS OJK sudah berada dalam satu wadah.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih mempertimbangkan untuk menyusun hukum acara yang ‘seragam’ terkait Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS OJK). Pertimbangan tersebut berangkat dari rencana jangka panjang OJK dalam roadmap yang akan menyatukan enam LAPS OJK yang terdaftar ke dalam satu wadah (single bar).
Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK, Anto Prabowo mengatakan bahwa untuk sementara waktu, LAPS OJK masih berjalan masing-masing sampai rencana kebijakan penyatuan tersebut direalisasikan.
“Sementara masih masing-masing. Roadmap mau dijadikan satu. Kita tidak alami kesulitan karena SOP sudah hampir sama. Kalau diintergrasikan tinggal bentuk kelembagaan saja. Secara tata cara dan prosedur sudah ada,” ujarnya saat ditemui usai pelatihan “Perkembangan Terkini Tugas Pokok dan Fungsi OJK” yang digelar di Sentul, Bogor, Sabtu (4/6).
Hingga saat ini, upaya penyatuan tersebut masih pada tahap pembahasan dengan pihak terkait. Sebagai tindak lanjutnya, OJK sudah membentuk working group yang membahas secara intens kemungkinan dipercepatnya penyatuan ini. Sebab, kata Anto, jika merujuk pada roadmap berarti penyatuan tersebut baru akan diimplementasikan paling lambat 10 tahun ke depan. OJK sendiri berharap proses penyatuan ini bisa dipangkas lebih cepat dari yang ditentukan.
Namun, kata Anto, OJK tidak bisa memaksakan dan mengarahkan keenam lembaga tersebut dalam menentukan waktu penyatuan tersebut. OJK hanya punya kapasitas untuk mendorong keenam lembaga bila penyatuan tersebut dinilai oleh mereka akan lebih mengefisienkan dan mengefektifkan proses penanganan sengketa. Anto mengatakan, biarlah keenam lembaga tersebut yang menentukan dan menyepakati apa yang dianggap tepat.
“Kita sudah susun satu standar. Jadi hampir keenam LAPS standarnya sama. Tata cara mediasi, ajudikasi, dan arbitrase sudah sama prosedurnya. Kalau diintegrasi, tinggal me-link-an produk satu dan lainnya karena ada irisan,” jelasnya
Terkait dengan hukum acara sendiri, sebetulnya Anto melihat masih belum ada urgensi yang mendesak untuk dibuat hukum acara yang seragam sepanjang keenam LAPS OJK belum berada dalam satu wadah. Alasannya, lantaran keenam LAPS OJK telah punya hukum acara masing-masing yang secara teknis tidak jauh berbeda antara satu dan lainnya.
Lagipula, lanjutnya, OJK juga telah melakukan review terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dilakukan sebelum keenam lembaga tersebut disetujui masuk dalam daftar LAPS OJK. “Kalau itu (hukum acara,- red) iya nanti ketika jadi satu (wadah tunggal LAPS OJK),” katanya
Sebelumnya, Partner dari Firma Hukum Ricardo Simanjuntak & Partners, Ricardo Simanjuntak mengatakan bahwa dalam rangka penegakan hukum, mutlak diperlukan hukum acara yang seragam. Tak cuma soal hukum acara, juga diperlukan kode etik, dewan kehormatan, hingga dewan pengawas yang diperuntukan untuk LAPS OJK. Problemnnya, LAPS OJK masih terpisah-pisah. Dalam arti, masing-masing sektor berlum berada dalam payung lembaga yang sama.
Pasal 4 huruf b POJK Nomor 1/POJK.07/2014 Tahun 2014 tentang LAPS di Sektor Jasa Keuangan menyebutkan bahwa LAPS mesti mempunyai peraturan terkait dengan prosedur, biaya, jangka waktu, serta kode etik bagi mediator, ajudikator, dan arbiter. Artinya, keenam LAPS OJK masing-masing mesti memiliki prosedur hukum acara yang menjadi pedoman sebagai rujukan saat penanganan sengketa. Tanpa hukum acara yang seragam, Ricardo khawatir akan ada celah bagi oknum yang ingin melakukan tindakan-tindakan yang koruptif.
“Perlu standarisasi business process dan code of conduct. Tanpa hukum acara yang seragam, akan ada celah untuk pelaku yang ingin melakukan tindakan koruptif,” ujar Ricardo sekira akhir Maret 2016 di Jakarta.
Kepada hukumonline, Anto berpendapat bahwa hal tersebut belum saatnya diatur OJK. untuk sementara ini, OJK masih belum ingin masuk terlalu jauh untuk mengatur konteks hukum acara dalam LAPS OJK. Namun, tak menutup kemungkinan dalam perjalanannya nanti jika dirasa perlu atau ada kebutuhan tersebut, OJK memungkinkan hal tersebut untuk diregulasi.
“Kalau kita masuk terlalu jauh, bayangan saya itu kita masuk dalam wilayah yang sebetulnya bukan wilayah otoritas. OJK hanya pastikan dua belah pihak punya sarana (di LAPS) dan LAPS itu berfungsi sesuai tata cara yang disusun. Sementara sih belum karena kami melakukan evaluasi hukum acara sudah sesuai undang-undang arbitrase dan segala macam,” sebutnya.
Untuk diketahui, keenam LAPS OJK yang ditetapkan dalam daftar, antara lain Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI), Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI), Badan Mediasi Dana Pensiun (BMDP), Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI), Badan Arbitrase dan Mediasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (BAMPPI), dan Badan Mediasi Pembiayaan dan Pegadaian Indonesia (BMPPI). Keenam LAPS tersebut sudah mulai beroperasi sejak Januari 2016 lalu.
Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK, Anto Prabowo mengatakan bahwa untuk sementara waktu, LAPS OJK masih berjalan masing-masing sampai rencana kebijakan penyatuan tersebut direalisasikan.
“Sementara masih masing-masing. Roadmap mau dijadikan satu. Kita tidak alami kesulitan karena SOP sudah hampir sama. Kalau diintergrasikan tinggal bentuk kelembagaan saja. Secara tata cara dan prosedur sudah ada,” ujarnya saat ditemui usai pelatihan “Perkembangan Terkini Tugas Pokok dan Fungsi OJK” yang digelar di Sentul, Bogor, Sabtu (4/6).
Hingga saat ini, upaya penyatuan tersebut masih pada tahap pembahasan dengan pihak terkait. Sebagai tindak lanjutnya, OJK sudah membentuk working group yang membahas secara intens kemungkinan dipercepatnya penyatuan ini. Sebab, kata Anto, jika merujuk pada roadmap berarti penyatuan tersebut baru akan diimplementasikan paling lambat 10 tahun ke depan. OJK sendiri berharap proses penyatuan ini bisa dipangkas lebih cepat dari yang ditentukan.
Namun, kata Anto, OJK tidak bisa memaksakan dan mengarahkan keenam lembaga tersebut dalam menentukan waktu penyatuan tersebut. OJK hanya punya kapasitas untuk mendorong keenam lembaga bila penyatuan tersebut dinilai oleh mereka akan lebih mengefisienkan dan mengefektifkan proses penanganan sengketa. Anto mengatakan, biarlah keenam lembaga tersebut yang menentukan dan menyepakati apa yang dianggap tepat.
“Kita sudah susun satu standar. Jadi hampir keenam LAPS standarnya sama. Tata cara mediasi, ajudikasi, dan arbitrase sudah sama prosedurnya. Kalau diintegrasi, tinggal me-link-an produk satu dan lainnya karena ada irisan,” jelasnya
Terkait dengan hukum acara sendiri, sebetulnya Anto melihat masih belum ada urgensi yang mendesak untuk dibuat hukum acara yang seragam sepanjang keenam LAPS OJK belum berada dalam satu wadah. Alasannya, lantaran keenam LAPS OJK telah punya hukum acara masing-masing yang secara teknis tidak jauh berbeda antara satu dan lainnya.
Lagipula, lanjutnya, OJK juga telah melakukan review terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dilakukan sebelum keenam lembaga tersebut disetujui masuk dalam daftar LAPS OJK. “Kalau itu (hukum acara,- red) iya nanti ketika jadi satu (wadah tunggal LAPS OJK),” katanya
Sebelumnya, Partner dari Firma Hukum Ricardo Simanjuntak & Partners, Ricardo Simanjuntak mengatakan bahwa dalam rangka penegakan hukum, mutlak diperlukan hukum acara yang seragam. Tak cuma soal hukum acara, juga diperlukan kode etik, dewan kehormatan, hingga dewan pengawas yang diperuntukan untuk LAPS OJK. Problemnnya, LAPS OJK masih terpisah-pisah. Dalam arti, masing-masing sektor berlum berada dalam payung lembaga yang sama.
Pasal 4 huruf b POJK Nomor 1/POJK.07/2014 Tahun 2014 tentang LAPS di Sektor Jasa Keuangan menyebutkan bahwa LAPS mesti mempunyai peraturan terkait dengan prosedur, biaya, jangka waktu, serta kode etik bagi mediator, ajudikator, dan arbiter. Artinya, keenam LAPS OJK masing-masing mesti memiliki prosedur hukum acara yang menjadi pedoman sebagai rujukan saat penanganan sengketa. Tanpa hukum acara yang seragam, Ricardo khawatir akan ada celah bagi oknum yang ingin melakukan tindakan-tindakan yang koruptif.
“Perlu standarisasi business process dan code of conduct. Tanpa hukum acara yang seragam, akan ada celah untuk pelaku yang ingin melakukan tindakan koruptif,” ujar Ricardo sekira akhir Maret 2016 di Jakarta.
Kepada hukumonline, Anto berpendapat bahwa hal tersebut belum saatnya diatur OJK. untuk sementara ini, OJK masih belum ingin masuk terlalu jauh untuk mengatur konteks hukum acara dalam LAPS OJK. Namun, tak menutup kemungkinan dalam perjalanannya nanti jika dirasa perlu atau ada kebutuhan tersebut, OJK memungkinkan hal tersebut untuk diregulasi.
“Kalau kita masuk terlalu jauh, bayangan saya itu kita masuk dalam wilayah yang sebetulnya bukan wilayah otoritas. OJK hanya pastikan dua belah pihak punya sarana (di LAPS) dan LAPS itu berfungsi sesuai tata cara yang disusun. Sementara sih belum karena kami melakukan evaluasi hukum acara sudah sesuai undang-undang arbitrase dan segala macam,” sebutnya.
Untuk diketahui, keenam LAPS OJK yang ditetapkan dalam daftar, antara lain Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI), Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI), Badan Mediasi Dana Pensiun (BMDP), Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI), Badan Arbitrase dan Mediasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (BAMPPI), dan Badan Mediasi Pembiayaan dan Pegadaian Indonesia (BMPPI). Keenam LAPS tersebut sudah mulai beroperasi sejak Januari 2016 lalu.
Posting Komentar