Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana pengujian
Pasal 62 ayat (1) jo
Pasal 8 ayat (1) huruf j UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Pengujian ini dimohonkan Ketua Umum Organisasi Advokat Indonesia (OAI) Virza Roy Hizzal terkait pemidanaan bagi pelaku usaha yang memperdagangkan barang/jasa yang tidak mencantumkan petunjuk/informasi berbahasa Indonesia.
Pengujian ini dimohonkan Ketua Umum Organisasi Advokat Indonesia (OAI) Virza Roy Hizzal terkait pemidanaan bagi pelaku usaha yang memperdagangkan barang/jasa yang tidak mencantumkan petunjuk/informasi berbahasa Indonesia.
“Pemidanaan dalam konteks perlindungan konsumen yang diatur
dalam Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen adalah
sesuatu yang berlebihan dan multitafsir,” kata kuasa hukum pemohon, Hadi
Sahroni dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang dipimpin M Alim, Kamis
(27/10).
Pasal 62 ayat (1) berbunyi, “Pelaku usaha
yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10,
Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf
e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun
atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.”
Pasal 8 ayat (1) huruf j berbunyi, “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.”
Hadi menilai pemberlakuan sanksi pidana terhadap perbuatan
yang masuk ruang lingkup hukum perdata tidak tepat. “Pemberlakuan sanksi pidana
dan denda (penal) dalam hal jual beli yang diatur dalam Buku III KUHPer tidak
tepat karena prinsip jual beli melekat unsur perikatan, sehingga tidak perlu
ada pemidanaan bagi para pihak yang mengikarinya,” katanya.
Menurutnya, sanksi pidana yang merupakan pelanggaran hak
konsumen atas informasi hanya layak diterapkan jika pelaku usaha
menawarkan/mempromosikan barang/jasa ternyata tidak sesuai apa yang
ditawarkan/diperjanjikan. Hal ini telah diatur dalam Pasal 8 ayat (1) huruf f,
Pasal 9, Pasal 10 UU Perlindungan Konsumen.
“Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf j itu tidak sejalan
dengan asas manfaat karena bersifat premium remedium yang mengesampingkan
penggunaan mekanisme complain, teguran yang lazim dalam hukum perdata agar
pelaku usaha dapat memperbaiki kesalahannya.”
Ditegaskannya, sanksi pidana pada pasal yang menegasikan
sarana non pidana itu hanya akan melahirkan ketakutan di masyarakat untuk
melakukan kegiatan usaha atau perniagaan. “Peniadaan sarana-sarana
nonpenal ini telah bertentangan dengan prinsip keseimbangan dan keadilan,”
dalihnya.
Ia menambahkan penegak hukum yang menangkap para pedagang iPad
ini tidak mengindahkan frasa “sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku”. Padahal, Menteri Perdagangan telah menerbitkan Peraturan Menteri
Perdagangan (Permendag) No 19 Tahun 2009, dimana iPad tidak termasuk 45 produk
yang diwajibkan untuk dilengkapi dengan manual dan kartu jaminan/garansi dalam
bahasa Indonesia.
Karena itu, Pasal 62 ayat (1) sepanjang berkaitan dengan
Pasal 8 ayat (1) huruf j UU Perlindungan Konsumen dinilai bertentangan dengan
Pasal 1 angka 3, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28C, dan Pasal
28G ayat (1) UUD 1945. Sebab, pasal itu menimbulkan ketidakpastian hukum untuk
diterapkan. “Menyatakan pasal itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,”
tuntutnya
Anggota panel hakim, Hamdan Zoelva menyarankan agar pemohon
lebih menguraikan lagi terkait dua hal yakni posisi kebebasan berkontrak dan
perlindungan kepentingan publik. “Stressing point terhadap titik
singgung kedua hal itu perlu saudara uraikan,” saran Hamdan.
Sedangkan Anwar Usman mengkritik petitum (provisi) permohonan
yang meminta agar produk IPad Apple tidak termasuk barang yang wajib disertai
petunjuk berbahasa Indonesia sesuai Permendag No 19 Tahun 2009. “Petitum itu kurang lazim,” ujarnya.
Untuk diketahui, pengujian UU Perlindungan Konsumen ini
dilatarbelakangi kasus penjualan IPad Apple yang tak berpetunjuk bahasa
Indonesia dengan mencari sasaran lewat situs jual beli www.kaskus.us.
Selanjutnya, aparat penegak hukum menjerat penjual IPad dengan menggunakan
kedua pasal itu.
Seperti Wiwi Siswanto telah mendapatkan vonis enam bulan
penjara atas kasus ini. Namun, Selasa kemarin (25/10), Dian Yudha Negara dan
Randy Lesther Samusamu dinyatakan bebas
yang sebelumnya dituntut selama lima bulan penjara di PN Jakarta Pusat. Kasus lain yang masih
berjalan di PN Jakarta Selatan dengan terdakwa Charlie Sianipar dan
terdakwa Calvin Winoto yang diadili di PN Jakarta Barat
Sumber : HKonline
Posting Komentar