Hampir dalam setiap perjanjian jual beli antara pengusaha
konsumen tercantum klausula baku. Tidak disangka ternyata lebih dari 90 persen
pencantuman klausula baku dalam perjanjian jual beli barang apapun juga, merugikan
konsumen.
Hal tersebut dikemukakan
oleh Kasubdit Pelayanan dan Pengaduan Direktorat Perlindungan Konsumen
Deperindag, Aman Sinaga kepada hukumonline di sela-sela sebuah diskusi di Jakarta.
Klausula baku sendiri merupakan peraturan atau ketentuan dan
syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara
sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau
perjanjian yang mengikat yang harus dipatuhi oleh konsumen.
Klausula baku yang merugikan tersebut, terutama terjadi dalam
perjanjian jual beli properti dan kendaraan bermotor. Klausula baku tersebut
dikatakan merugikan karena menyebabkan keberadaan konsumen yang jauh dibawah
produsen.
Menurut Aman, lebih 90 persen dari seluruh perjanjian (jual
beli) yang beredar di masyarakat itu klausula bakunya sangat merugikan
konsumen. Terutama dalam pengambilan kredit motor, rumah, dan sebagainya.
"Itu banyak sekalli
klausula baku yang sangat merugikan konsumen, sehingga posisi konsumen sangat
jauh di bawah. Ini yang perlu didongkrak supaya kedudukan dia sederajat dengan
pelaku usaha berdasarkan asas kebebasan berkontrak," papar Aman kepada hukumonline.
Selain banyak yang merugikan konsumen, klausula baku tersebut
jelas-jelas melanggar larangan yang terdapat dalam pasal 18 UU No.8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen (UU PK). Di antaranya, larangan mencantumkan
klausula baku pada setiap perjanjian apabila menyatakan pengalihan tanggung
jawab pelaku usaha, mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang
atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen, dan lain sebagainya.
Tidak akomodatif
Banyaknya klausula baku yang merugikan konsumen terlihat dari
banyaknya jumlah komplain yang diajukan oleh konsumen kepada produsen. Hal
tersebut juga diakui oleh Ketua Dewan Asuransi Indonesia (DAI), Hotbonar Sinaga
yang banyak menuai komplain dari konsumen asuransi.
Beberapa komplain yang dinilai merugikan konsumen, antara lain
kalimat klausula baku yang panjang dan hurufnya yang kecil-kecil serta
banyaknya pemakaian istilah asing. Walaupun dikatakan oleh Hotbonar bahwa
perusahaan jasa atau barang telah memperingatkan kepada konsumen agar konsumen
membaca baik-baik klausula yang terdapat dalam perjanjian jual belinya.
Lucunya, Hotbonar mengakui bahwa kendati konsumen telah membaca
baik-baik klausula tersebut dan kemudian konsumen tidak setuju terhadap
beberapa klausula yang tercantum, si konsumen tidak bisa protes ataupun
diakomodasi ketidaksetujuannya itu.
Akhirnya, konsumen harus menentukan apakah akan mengikuti klausula
tersebut atau tidak. Jika tidak, maka konsumen silakan beralih mencari produsen
lain yang bisa mengakomodasi keinginan konsumen.
Dengan adanya pelarangan pencantuman klausula baku terhadap
hal-hal tertentu dalam UU PK, seharusnya para pelaku usaha mentaati ketentuan
tersebut. Namun, rupanya banyak pelaku usaha yang tidak mentaati ketentuan
tersebut. Hal itu disebabkan karena belum adanya pengawasan terhadap klausula
baku.
Dua lembaga baru
Kendati demikian, Aman mengatakan bahwa kini pemerintah--dalam
hal ini Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag)--tengah memproses
pembentukan dua lembaga baru yang akan mengawasi pencantuman klausula baku
dalam perjanjian jual beli.
Dua lembaga tersebut
adalah
Pertama, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang akan berdiri
sendiri dan independen. Selain mengawasi pencantuman klausula baku dalam
perjanjian jual beli, badan ini juga berfungsi untuk menampung keluhan konsumen
dan juga pengusaha sepanjang keluhan tersebut sesuai dengan UU PK. Lembaga ini
diharapkan telah terbentuk akhir tahun ini atau awal tahun depan.
Kedua, Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang akan memiliki dua tugas pokok.
Yaitu, menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara rekonsiliasi,
mediasi, atau arbitrase. Serta, mengawasi pencantuman klausula baku yang
dianggap merugikan konsumen sesuai dengan UU PK dalam setiap perjanjian.
#berbagai sumber
Posting Komentar