photo BANNERLPKSM_zps120bacdb.jpg
Home » » PPAT Akan Diberi Izin Lakukan Pengukuran Bidang Tanah

PPAT Akan Diberi Izin Lakukan Pengukuran Bidang Tanah

Written By CELEBES on Selasa, 15 November 2016 | 17.33

Secara hukum, tak ada hambatan ketika PPAT diberi wewenang melakukan izin ukur. Saat ini, rencana implementasi izin ukur oleh PPAT tinggal tunggu keputusan Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan Djalil.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berencana memberikan izin kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk melakukan pengukuran bidang tanah. Saat ini, implementasi pelaksanaan kewenangan mengukur oleh para PPAT tinggal menunggu ‘restu’ dari Menteri ATR/ Kepala BPN, Sofyan Djalil apakah nantinya sepakat dengan rencana pemberian sebagian kewenangan mengukur tanah kepada PPAT.
Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN, M Noor Marzuki mengatakan bahwa pihaknya sangat kekurangan petugas ukur. Saat ini, total petugas ukur yang dimiliki oleh BPN hanya terdapat sekitar 2.000 petugas di seluruh Indonesia. Jumlah itu tentu tidak sebanding dengan permohonan pengukuran bidang tanah oleh masyarakat yang diterima setiap hari oleh pihak BPN. Makanya, rencana agar PPAT juga diberi wewenang mengukur bidang tanah akan segera disampaikan kepada Menteri ATR/BPN.
 
“Ini akan segera diusulkan kepada menteri,” ujarnya saat memberikan sambutan dalam acara “Pendidikan dan Pelatihan dalam Rangka Mempersiapkan PPAT yang Berkualitas dan Berintegritas” yang digelar PP IPPAT di Puri Ratna, Sahid - Jakarta, Jumat (20/8).
 
Andaikata wacana itu ‘diamini’ oleh Menteri ATR/BPN, nantinya pihak BPN praktis hanya akan menjadi regulator sekaligus pengawas berkenaan dengan pengukuran tanah, meskipun tak sepenuhnya melepaskan sepenuhnya kewenangan mengukur kepada pihak lain. Rencananya, pihak BPN hanya akan melakukan semacam validasi atau verifikasi atas hasil pengukuran yang dilakukan oleh PPAT. 
 
Lebih lanjut, ia berharap agar rencana pemberian wewenang kepada PPAT bisa segera diimplementasikan. Sebab, permohonan pengukuran tanah yang masuk ke BPN kian ‘membanjir’ dimana hal itu akan berdampak merugikan masyarakat apabila tidak segera ditindaklanjuti penyelesaiannya. Intinya, ia mendorong agar PPAT bisa segara melengkapi wewenangannya dibidang pertanahan berkenaan dengan pendaftaran tanah. 
 
“Teknisnya tinggal berikan kaidah, pedoman atau guidance buat mereka akan menjadi juru ukur,” kata Noor. (Baca juga: Dilema Notaris Jalankan Mandat UU Pengampunan Pajak)
 
Di tempat yang sama, Direktur Pengaturan dan Pendaftaran Hak Tanah, Ruang, dan PPAT pada Direktorat Jenderal Hubungan Hukum Keagrariaan Kementerian ATR/BPN, Muhammad Hikmad sependapat dengan Noor berkaitan dengan pemberian wewenang kepada PPAT untuk mengukur bidang tanah. Pasalnya, memang tak bisa dipungkiri bahwa BPN kewalahan memenuhi permintaan dari masyarakat terkait permohonan pengukuran tanah.
 
“Ini tujuannya untuk memudahkan pelayanan. Bayangkan kalau satu kantor pertanahanan itu permohonan pengukuran mencapai 200-300 permohonan. Sementara tenaga yang ada dalam setiap kantor rata-rata hanya 10 orang. Jadi setiap hari kami harus menunggak sekitar 290-an permohonan,” ujar Hikmad.
 
Sebetulnya, kata Hikmad, secara hukum PPAT telah memiliki wewenang mengukur bidang tanah. Sebab, ruang lingkup pekerjaan PPAT berkaitan dengan pemeliharaan data dan pendaftaran tanah. Dan mesti dipahami, kegiatan Pendaftaran Tanah meliputi dua kegiatan utama, yakni pendaftaran tanah untuk pertama kali dan satu hal lagi adalah pemeliharaan data pendaftaran tanah. Artinya, lingkup pekerjaan notaris termasuk dalam kegiatan pendaftaran tanah secara umum.
 
Pasal 6 ayat (2)  PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan bahwa “Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT dan Pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan”.
 
“Itu sudah meliputi pengukuran dan pemetaan, secara genaralis sudah terakomodir. Permasalahan yang ada adalah kekurangan tenaga ukur. Bisa saja nanti membantu kita untuk pengadaan tenaga ukur. Saat ini sudah terbuka peluang (bagi PPAT,- red), silahkan,” kata Hikmad.
 
Terlepas dari hal itu, ia berpendapat yang terpenting adalah mengenai tanggungjawab hukum apabila hasil ukur yang dilakukan oleh PPAT ternyata memunculkan potensi sengketa atau gugatan di bidang pertanahan. Menurutnya, penting juga dipikirkan mengenai pengawasan terhadap kendali mutu atas hasil ukur yang dilakukan. Baginya, BPN lah yang tetap berwenang memegang kendali mutu tersebut. patut dicatat, Penjelasan Umum PP Nomor 24 Tahun 1997 tegas menyatakan bahwa akta PPAT merupakan salah satu sumber utama dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah.
 
“Ini harus segera diambil dan dicari jalan keluarnya. Harapan kami agar ini bisa berjalan tertib,” katanya.  (Baca Juga: Sebuah Diskursus Wajib Lapor Profesi Penjaga Gawang)
 
Dimintai tanggapannya, Ketua Umum PP IPPAT, Syafran Sofyan sangat mengapresiasi rencana pemberian kewenangan kepada PPAT untuk mengukur bidang tanah. Ia meyakini belasan ribu anggota IPPAT akan menyambut baik rencana tersebut. sebagaimana disebutkan Hikmad, ruang lingkup kerja PPAT terkait pendaftaran tanah tercakup juga di dalamnya wewenang melakukan pengukuran tanah. Artinya secara hukum tak perlu ada perubahan atau revisi aturan. 
 
“IPPAT sangat menyetujui jika diberi wewenang untuk jadi juru ukur,” kata Syafran.
 
Hanya saja, Syafran menilai akan lebih baik lagi bila dibentuk semacam aturan tambahan apakah itu berbentuk Peraturan Menteri atau hanya sebatas petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) mengenai teknis pekerjaan PPAT berkenaan pengukuran tanah. Tujuannya, agar PPAT memiliki pedoman teknis saat berpraktek di lapangan.  
 
“Tapi kalau mau diimplementasikan lagi boleh saja dibentuk Permen,” ujarSyafran.
 
Kemungkinan Bentuk Firma PPAT
Dikatakan Noor, jika rencana pemberian kewenangan ini terealisasi, ia mendorong agar PPAT membentuk “firma PPAT” yang di dalamnya berisi orang-orang yang ahli di bidang pertanahan, termasuk ahli ukur bidang tanah. Salah satu tujuannya, agar tumpukan permohonan pengukuran tanah yang masuk ke BPN bisa terkikis akibat ‘dibantu’ oleh pihak yang memang ahli di bidang tanah.  
 
“Wacana ini juga akan dikomunikasikan dengan ahli,” kata Noor.  (Baca juga: Cerita Strategi ’Makelar Mobil’ Memergoki Hakim Nakal)
 
Mengenai rencana itu, Syafran berpendapat wacana tersebut mungkin bisa saja diimplementasikan. Hanya saja, mesti dikaji dahulu apakah secara aturan hal tersebut dimungkinkan dilakukan. Argumentasi Syafran, masuk pada larangan-larangan rangkap jabatan yang dilarang bagi PPAT. Apakah tindakan hukum membentuk firma dengan para ahli tanah termasuk bentuk larangan jabatan, mestinya dikaji terlebih dahulu. 
 
“Itu harus kita liat lagi, kan ada larangan PPAT antara lain rangkap jabatan. Sepanjang itu tidak merangkap, saya kira tidak ada masalah,” kata Syafran.
 
Sebetulnya, secara teknis tentu akan memudahkan pekerjaan PPAT. Anggaplah PPAT yang menyusun akta sementara yang melakukan pengkuran adalah ahli ukur yang bekerja dalam firma yang sama. Namun, Syafran berharap lisensi pengukuran tetap berada pada PPAT. sedangkan, ahli ukur hanya sebatas mendapat kuasa mengukur tanah dari PPAT.
 
“Kami tetap ingin kuasanya melalui PPAT. Sama halnya dengan pendaftaran tanah di kantor pertanahan, kita (PPAT) kan memberi kuasa kepada karyawan. Pengukuran juga sama nanti,” ujarnya.

Sumber : Hukum Online
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Lembaga Perlindungan Konsumen CELEBES - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger