1) Iklan adalah setiap bentuk komunikasi massa yang dimaksudkan untuk memotivasi seorang pembeli potensial dan mempromosikan penjualan suatu produk atau jasa, untuk mempengaruhi pendapat publik, memenangkan dukungan publik agar berpikir atau bertindak sesuai dengan keinginan si pemasang iklan.
2) Pengertian iklan dapat ditinjau dari teori pemasaran dan teori komunikasi.
Menurut teori pemasaran, bauran pemasaran (marketing mix) terdiri dari 4
faktor, yaitu produk (product), harga (price), distribusi (place), dan promosi
(promotion).
Promosi adalah upaya untuk
memberitahukan atau menawarkan produk atau jasa dengan tujuan menarik calon
konsumen untuk membeli atau mengkonsumsinya. Tujuan akhir promosi adalah
kenaikan penjualan.
Bauran promosi (promotion mix)
terdiri dari 4 komponen, yaitu :
1.iklan,
2. penjualan promosi,
3. publisitas dan
4. penjualan langsung.
Jadi iklan merupakan bagian dari
promosi dan promosi bagian dari pemasaran untuk meningkatkan penjualan produk
Menurut teori komunikasi, ada empat unsur yang menentukan atau terjadinya
komunikasi, yaitu : pemrakarsa, pesan, media dan sasaran. Menurut Tata Krama
dan Tata Cara Periklanan Indonesia (2005), pengertian iklan adalah segala bentuk
pesan tentang suatu produk yang disampaikan lewat suatu media dan dibiayai oleh
pemrakarsa yang dikenal serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh
masyarakat.
Penjabaran definisi iklan tersebut
sejalan dengan teori komunikasi yang melibatkan industri farmasi sebagai
pemrakarsa, fisik iklan sebagai unsur pesan, media, dan sebagian
masyarakat atau konsumen sebagai sasaran. Dengan demikian model
komunikasinya menjadi : industri farmasi ---> iklan obat --> media -->
konsumen sasaran.
Pengertian periklanan adalah
keseluruhan proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan yang terkait iklan.
Pengertian obat sebagai sediaan farmasi dapat dilihat pada Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan antara lain
disebutkan:
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika (pasal 1).
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (pasal 1).
Berdasarkan keamanannya, obat dapat digolongkan ke dalam golongan narkotika, obat keras, obat bebas terbatas dan obat bebas.
Obat mempunyai kedudukan yang khusus
dalam masyarakat karena merupakan produk yang diperlukan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan masyarakat. Namun demikian, penggunaan obat yang salah,
tidak tepat dan tidak rasional dapat membahayakan masyarakat.
Untuk melindungi masyarakat dari
kemungkinan penggunaan obat yang salah, tidak tepat dan tidak rasional akibat
pengaruh promosi melalui iklan, Pemerintah melakukan pengendalian dan
pengawasan terhadap penyebaran informasi obat, termasuk periklanan obat. Dalam
periklanan obat, masalah yang dihadapi relatif kompleks karena aspek yang
dipertimbangkan tidak hanya menyangkut kriteria etis periklanan, tetapi juga
menyangkut manfaat-resikonya terhadap kesehatan dan keselamatan
masyarakat.
Dalam Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.06. 32.3.295 tahun 2009 tentang Pedoman
Pengawasan Promosi dan Iklan Obat antara lain disebutkan bahwa dalam upaya
perlindungan masyarakat dari penggunaan obat yang salah, tidak tepat dan tidak
rasional akibat pengaruh promosi dan iklan diperlukan pengawasan yang dilakukan
oleh Badan Pengawas obat dan Makanan (Badan POM) dan Balai POM di provinsi.
Sasaran pengawasan adalah seluruh
kegiatan promosi termasuk sponsor dan iklan obat yang dimuat pada media cetak,
media elektronik dan media luar ruang. Ruang lingkup pengawasan sebagai
berikut:
- Berdasarkan
golongan obat, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras
- Berdasarkan media, yaitu media cetak, media luar ruang, media elektronik, media ilmiah kedokteran dan farmasi, alat peraga atau alat bantu yang mengandung unsur promosi.
- Berdasarkan bentuk kegiatan, yaitu sponsor pada pertemuan ilmiah/ sosial, sayembara/kuis berhadiah yang terkait pameran dan launching obat.
- Berdasarkan
sumber data pengawasan, yaitu hasil survei lapangan dan laporan masyarakat
Metode pelaksanaan dilakukan dengan
pengambilan contoh iklan, evaluasi contoh iklan oleh petugas dengan menggunakan
form penilaian iklan, dan penyusunan hasil evaluasi contoh iklan obat pada form
pengawasan. Apabila ditemukan pelanggaran terhadap peraturan perundangan,
Badan POM dapat memberikan sanksi
kepada industri farmasi atau PBF pemilik ijin edar, yaitu sanksi administratif
berupa peringatan, penghentian kegiatan iklan, pencabutan ijin edar obat atau
sanksi pidana sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Masalah penelitian adalah meskipun pengawasan iklan obat di media cetak maupun media penyiaran sudah dilakukan, namun masih banyak yang tidak sesuai peraturan perundangan Laporan Badan POM 2007 menyebutkan, dari 234 iklan obat yang dipantau, 24% tidak memenuhi standar.
Hasil penelitian Rosmelia (1994),
yang melakukan evaluasi iklan obat di Majalah Populer menunjukkannya 69% iklan
tidak menyebut nama bahan aktif secara benar, 29% iklan obat memberikan
indikasi tidak benar, dan 31% iklan obat memberikan informasi yang menyesatkan.
Hasil penelitian Suryawati (1994)
tentang penerimaan konsumen terhadap penayangan bahan aktif dalam iklan obat di
televisi, menunjukkan 25% tidak pernah memperhatikan iklan obat ditelevisi, 93%
dari responden yg memperhatikan iklan obat menyatakan pencantuman nama bahan
aktif bermanfaat dalam memilih obat sewaktu sakit dan menghindari kontra
indikasi/ efek samping.
Tujuan kajian adalah mendeskripsikan
pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang terkait dengan iklan obat dan
peran serta masyarakat dalam pengawasan iklan obat. Manfaat yang diharapkan
adalah sebagai informasi kepada berbagai pihak yang terkait dengan iklan obat
dalam upaya perlindungan masyarakat konsumen.
Metoda Kajian
Kajian data sekunder peraturan perundang-undangan yang terkait dengan iklan
obat dilakukan mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan
menteri kesehatan, peraturan menteri kesehatan, peraturan daerah sampai surat
keputusan dan surat edaran. Data yang dikumpulkan adalah pasal-pasal peraturan
perundang-undangan yang terkait iklan obat dan peran serta masyarakat dalam
pengawasan iklan obat. Analisis data berupa analisis pasal demi pasal dalam
peraturan perundang-undangan.
Hasil Kajian
1. Hak konsumen dan kewajiban produsen
Didalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan
Konsumen antara lain disebutkan:
Hak konsumen antara lain adalah hak
atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau
jasa, hak atas informasi yang benar, jelas, jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan atau jasa, dan hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau
penggantian apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya (pasal 4).
Kewajiban pelaku usaha antara lain adalah memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan, dan menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang atau jasa yang berlaku (pasal 7).
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang atau jasa tersebut (pasal 8)
Pelaku usaha dilarang menawarkan,
mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat
kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah
berupa barang dan atau jasa lain (pasal 13)
Dalam Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, antara lain disebutkan
persyaratan obat yang boleh diedarkan.
Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman, berkhasiat/ bermanfaat, bermutu dan terjangkau (pasal 98).
2. Persyaratan iklan obat
Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan antara lain disebutkan 10):
Iklan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diedarkan harus memuat keterangan mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan secara objektif, lengkap, dan tidak menyesatkan (Pasal 31)
Sediaan farmasi yang berupa obat untuk pelayanan kesehatan yang penyerahannya dilakukan berdasarkan resep dokter hanya dapat diiklankan pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi (Pasal 32).
Iklan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diedarkan harus memuat keterangan mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan secara objektif, lengkap, dan tidak menyesatkan (Pasal 31)
Sediaan farmasi yang berupa obat untuk pelayanan kesehatan yang penyerahannya dilakukan berdasarkan resep dokter hanya dapat diiklankan pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi (Pasal 32).
Iklan mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan pada media apapun yang dipergunakan untuk menyebarkan iklan dilaksanakan dengan memperhatikan etika periklanan (Pasal 33).
Juga dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 386/Menkes/SK/IV/1994 tentang Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Kosmetika, Makanan minuman, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, dan Alat Kesehatan, antara lain menyebutkan 11) :
Obat yang dapat diiklankan kepada masyarakat adalah obat yang sesuai peraturan perundang-undangnan yang berlaku tergolong dalam obat bebas atau obat bebas terbatas, kecuali dinyatakan lain.
Iklan obat tidak boleh mendorong penggunaan berlebihan dan penggunaan terus menerus
Informasi mengenai produk obat dalam iklan harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan sebagai berikut:
(a) Obyektif:
harus memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh
menyimpang dari sifat kemanfaatan dan keamanan obat yang telah disetujui
(b) Lengkap: harus
mencantumkan tidak hanya informasi tentang khasiat obat, tetapi juga memberikan
informasi tentang hal-hal yang harus diperhatikan, misalnya adanya kontra
indikasi dan efek samping
(c) Tidak
menyesatkan: informasi obat harus jujur, akurat, bertanggung jawab serta tidak
boleh memanfaatkan kekhawatiran masyarakat akan suatu masalah kesehatan.
Disamping itu, cara penyajian
informasi harus berselera baik dan pantas serta tidak boleh menimbulkan
persepsi khusus di masyarakat yang mengakibatkan penggunaan obat berlebihan
atau tidak berdasarkan pada kebutuhan.
Iklan obat tidak boleh ditujukan
untuk khalayak anak-anak atau menampilkan anak-anak tanpa adanya supervisi
orang dewasa atau memakai narasi suara anak-anak yang menganjurkan penggunaan
obat.
Iklan obat tidak boleh menggambarkan
bahwa keputusan penggunaan obat diambil oleh anak-anak.
Iklan obat tidak boleh diperankan
oleh tenaga profesi kesehatan atau aktor yang berperan sebagai profesi
kesehatan dan atau menggunakan "setting" yang beratribut profesi
kesehatan dan laboratorium.
Iklan obat tidak boleh memberikan pernyataan superlatif, komparatif tentang indikasi, kegunaan/manfaat obat.
Iklan obat tidak boleh :
(a) Memberikan anjuran dengan
mengacu pada pernyataan profesi kesehatan mengenai khasiat, keamanan dan mutu
obat (misalnya, "Dokter saya merekomendasi,
(b) Memberikan anjuran mengenai
khasiat, keamanan dan mutu obat yang dilakukan dengan berlebihan.
Iklan obat tidak boleh menunjukkan efek/kerja obat segera sesudah penggunaan obat.
Iklan obat tidak menawarkan hadiah ataupun memberikan pernyataan garansi tentang indikasi, kegunaan/manfaat obat.
Iklan obat tidak boleh menunjukkan efek/kerja obat segera sesudah penggunaan obat.
Iklan obat tidak menawarkan hadiah ataupun memberikan pernyataan garansi tentang indikasi, kegunaan/manfaat obat.
Iklan obat hendaknya dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk pemilihan penggunaan obat bebas secara rasional.
Iklan obat harus memuat anjuran untuk mencari informasi yang tepat kepada profesi kesehatan mengenai kondisi kesehatan tertentu.
Iklan Obat harus mencantumkan spot peringatan perhatian sebagai berikut: BACA ATURAN PAKAI JIKA SAKIT BERLANJUT, HUBUNGI DOKTER.
3. Pengawasan iklan obat
Pengawasan iklan obat dilakukan oleh Badan POM dan Unit Pelaksana Teknisnya,
yaitu Balai POM yang ada di provinsi. Sistem pengawasan dilakukan dengan
cara pembinaan industri farmasi melalui peraturan perundang-undangan,
pengawasan penayangan iklan obat di media, dan edukasi masyarakat antara lain
melalui public warning dan membuka Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) untuk
menerima pengaduan masyarakat yang dirugikan oleh iklan obat.
Iklan obat yang akan ditayangkan di
media harus terlebih dahulu diaudit Badan POM. Dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 386/Menkes/SK/IV/1994 tentang Periklanan Obat Bebas, Obat
Tradisional, Kosmetika, Makanan minuman, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, dan
Alat Kesehatan antara lain disebutkan.
Iklan obat dapat dimuat di media periklanan setelah rancangan iklan tersebut disetujui oleh Departemen Kesehatan RI. Nama obat yang dapat diiklankan adalah nama yang disetujui dalam pendaftaran.
4. Sanksi terhadap iklan obat yang melanggar aturan
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan,
antara lain disebutkan sanksi administratif, perdata dan pidana.
Pemerintah berwenang mencabut izin
edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang telah memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi
persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat disita dan
dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 106
ayat 3).
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) (pasal 196).
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) (pasal 196).
5. Peran serta masyarakat dalam iklan obat
Peran serta masyarakat dalam
kegiatan kesehatan tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36
tahun 2009 tentang Kesehatan sebagai berikut;
Masyarakat berperan serta, baik
secara perorangan maupun terorganisasi dalam segala bentuk dan tahapan
pembangunan kesehatan dalam rangka mempercepat pencapaian derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
Juga dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, sebagai berikut :
Masyarakat memiliki kesempatan untuk
berperan serta yang seluas-luasnya dalam mewujudkan perlindungan masyarakat
dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang tidak tepat dan atau tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan (Pasal 49).
Peran serta masyarakat dilaksanakan melalui sumbangan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan kebijaksanaan dan/atau pelaksanaan program pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan. Masyarakat dapat melaporkan kepada instansi pemerintah yang berwenang, dan/atau melakukan tindakan yang diperlukan atas terjadinya penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak rasional dan/atau memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan (Pasal 51)
Peran serta masyarakat dapat
dilakukan oleh perorangan, kelompok, atau badan yang diselenggarakan oleh
masyarakat (Pasal 52).
6. Peran serta masyarakat melalui lembaga masyarakat
a.
Lembaga Perlindungan Konsumen
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen antara lain dinyatakan tujuan perlindungan
kosumen antara lain adalah meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian
kosumen untuk melindungi diri, meningkatkan pemberdayaan kosumen dalam memilih,
menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai kosumen (pasal 3).
Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen
dibentuk badan perlindungan kosumen Nasional (pasal 31), yang berkedudukan di
Ibu Kota Negara Republik Indonesia dan bertanggung jawab kepada presiden (pasal
32). Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas unsur
pemerintah, pelaku usaha, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat,
akademisi dan tenaga ahli (pasal 36)
Lembaga Perlindungan
Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) adalah Lembaga Non Pemerintah yang
terdaftar dan diakui oleh Pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani
perlindungan konsumen (Pasal 1).
Tugas LPKSM antara lain membantu konsumen dalam
memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen; dan
melakukan pengawasan iklan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap
pelaksanaan perlindungan konsumen.
b. Komisi Penyiaran Indonesia
Dalam undang-undang
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran antara lain disebutkan
untuk penyelenggaraan penyiaran dibentuk sebuah komisi penyiaran. Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI) terdiri dari KPI pusat dibentuk di tingkat pusat, dan
KPI Daerah dibentuk di tingkat provinsi.
Siaran iklan niaga yang disiarkan menjadi tanggung jawab
lembaga penyiaran. Masyarakat dapat mengajukan keberatan terhadap program dan
atau isi siaran yang merugikan (pasal 6, 7, 46 dan 52). KPI dan KPID merupakan
lembaga untuk pengawasan iklan di media penyiaran, yaitu televisi dan radio.
c. Dewan Pers
Dalam Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers antara lain dinyatakan
dalam upaya menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik pada
media cetak dibentuk dewan pers yang bersifat independen. Masyarakat dapat
memantau dan melaporkan mengenai pelanggaran hukum, etika dan kekeliruan teknis
pemberitaan yang dilakukan oleh pers, dalam hal ini termasuk periklanan obat di
media cetak. (pasal 15 dan 17) 16)
d. PPPI
Persatuan Perusahaan
Periklanan Indonesia (PPPI) adalah asosiasi perusahaan-perusahaan periklanan
yang bergerak di bidang komunikasi pemasaran. Tujuan PPPI adalah:
(a) menghimpun, membina dan mengarahkan segenap potensi
perusahaan periklanan, agar secara aktif, positif dan kreatif, turut serta
dalam upaya mewujudkan cita-cita dengan persaingan yang sehat dan bertanggung
jawab, dan
(b) mewujudkan kehidupan periklanan nasional yang sehat,
jujur dan bertanggung jawab dengan cara menegakkan Tata Krama dan Tata Cara
Periklanan Indonesia secara murni dan konsisten, baik dalam lingkup internal
maupun eksternal.
Pembahasan
Iklan obat dibedakan antara iklan obat bebas/ bebas terbatas yang dilakukan melalui media massa dengan sasaran masyarakat, dan iklan obat keras yang dilakukan hanya kepada profesi kesehatan melalui majalan ilmiah kedokteran dan farmasi. Peraturan perundang-undangan mengenai persyaratan iklan obat bebas sudah cukup memadai.
Pengawasan iklan obat dilakukan oleh Badan POM dan Balai POM di provinsi melalui peraturan perudangan untuk industri farmasi, pengawasan iklan obat yang ditayangkan dan edukasi masyarakat. Mustahil Badan POM dan Balai POM di provinsi mampu mengawasi semua iklan obat di semua media yang ada di kabupaten/ kota tanpa mengikut sertakan Dinas Kesehatan Kabupaten/ kota dan lembaga masyarakat. Badab POM perlu melakukan kerjasama dengan Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan lembaga swadaya masuarakat.
Kerjasama ini dapat melalui sebuah kesepakatan berupa MoU
yang masing-masing menjelaskan tentang tugas dan peran bersama dalam hal
pengawasan iklan obat di wilayahnya. Badan POM perlu meningkatkan peran
edukasinya kepada industri farmasi maupun konsumen. Edukasi kepada industri
farmasi ditujukan agar mampu memproduksi obat yang berkualitas dan
mentaati peraturan perundang-undangan tentang periklanan obat.
Edukasi kepada masyarakat konsumen ditujukan agar konsumen
memiliki pengetahuan tentang obat dan kemampuan untuk ikut menilai iklan obat.
Jika Badan POM dapat bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas
Kesehatan Kabupaten/ kota, kepolisian, kejaksaan, industri farmasi dan lembaga
masyarakat secara efektif, maka pengawasan iklan obat dapat lebih efektif dan
efisien.
Peran serta masyarakat (PSM) adalah proses dimana individu, keluarga dan lembaga masyarakat termasuk swasta mengambil tanggung jawab atas kesehatan diri, keluarga dan masyarakat serta mengembangkan kemampuan untuk menyehatkan diri, keluarga dan masyarakat.
Tujuan PSM antara lain untuk meningkatkan kemampuan pemuka
masyarakat dalam menggerakkan upaya kesehatan dan meningkatkan kemampuan
organisasi masyarakat dalam menyelenggarakan upaya kesehatan, antara lain
berperan dalam menelaah situasi masalah periklanan obat dan ikut terlibat
dalam mengawasi dan memberikan saran terhadap iklan yang menyimpang.
Peran serta
masyarakat melalui hukum perlindungan konsumen sebagai akibat dari kurang atau
tidak terpenuhinya hak-hak normatif konsumen dapat diselesaikan melalui
pendekatan hukum administrasi, hukum perdata, dan hukum pidana. Penyelesaian
secara administrasi dapat dilakukan melalui pengaduan keberatan kepada instansi
terkait dengan iklan obat, yaitu ULPK Badan POM untuk ijin edar obatnya,
Lembaga perlindungan konsumen, KPI/ KPID terkait lembaga penyiaran, Dewan Pers
terkait lembaga media cetak, dan PPPI untuk biro iklan.
Penyelesaian secara hukum perdata untuk mendapat ganti
kerugian dapat dilakukan melalui upaya damai Badan Penyelesaian Sengketa maupun
peradilan dengan mengajukan gugatan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum
atau dasar tanggung jawab mutlak dalam Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen.
Secara pidana dapat merujuk ketentuan sanksi pidana yang diatur dalam Hukum
Perlindungan Konsumen.
Kesimpulan
1. Iklan obat bebas harus obyektif, lengkap dan tidak menyesatkan dan ditayangkan setelah mendapat persetujuan menteri kesehatan
2. Pengawasan iklan obat bebas dilakukan oleh
Badan POM dan Balai POM di provinsi. Kerjasama dengan berbagai pihak perlu
dilakukan agar iklan obat bebas mentaati peraturan perundangan yang
berlaku.
3. Peran serta masyarakat dalam pengawasan iklan obat antara lain dalam bentuk pengaduan kepada Badan POM atau lembaga masyarakat yang terkait dengan iklan obat. Apabila konsumen obat merasa dirugikan oleh iklan obat dapat menempuh jalur hukum melalui pendekatan administrasi, hukum perdata, dan hukum pidana
Sumber ; #dari berbagai sumber
* Dimuat pada Jurnal Kefarmasian
Indonesia, Vol.1 No.3, tahun 2009, hal 112-120
Posting Komentar