Fungsi lembaga perbankan sebagai perantara
pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak-pihak yang memerlukan
dana membawa konsekuensi pada timbulnya interaksi yang intensif antara bank
sebagai pelaku usaha dengan nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan.
Dari sisi pihak yang memiliki kelebihan dana,
interaksi dengan bank terjadi pada saat pihak yang kelebihan dana tersebut
menyimpan dananya pada bank dalam bentuk giro, tabungan, deposito, sementara
dari sisi pihak yang memerlukan dana interaksi terjadi pada saat pihak yang
memerlukan dana tersebut meminjam dana dari bank guna keperluan tertentu.
Interaksi antara bank dengan konsumen pengguna
jasa perbankan (selanjutnya disebut dengan nasabah) dapat pula mengambil bentuk
lain pada saat nasabah melakukan transaksi jasa perbankan selain penyimpanan
dan peminjaman dana. Bentuk transaksi lain tersebut seperti misalnya jasa
transfer dana, inkaso, maupun safe deposit.
Dalam perkembangannya, nasabah pun dapat
memanfaatkan jasa bank untuk mendapatkan produk lembaga keuangan bukan bank,
seperti produk asuransi yang dikaitkan dengan produk bank (bancassurance) dan
reksadana.
Dalam interaksi yang demikian intensif antara
bank dengan nasabah di atas, bukan suatu hal yang tidak mungkin apabila terjadi
friksi yang apabila tidak segera diselesaikan dapat berubah menjadi sengketa
antara nasabah dengan bank. Dari berbagai pengalaman yang ada, timbulnya friksi
tersebut terutamadisebabkan oleh empat hal yaitu ;
(i) informasi yang kurang memadai mengenai karakteristik
produk atau jasa yang ditawarkan bank,
(ii) pemahaman nasabah terhadap aktivitas dan produk atau
jasa perbankan yang masih kurang, yang
Disampaikan pada diskusi Badan
Perlindungan Konsumen Nasional dan Direktur Direktorat
Penelitian dan
Pengaturan Perbankan, Bank Indonesia, Jakarta, beberapa waktu yang lalu.
(iii)
ketimpangan hubungan antara nasabah dengan
bank,khususnya bagi nasabah peminjam dana, dan
(iv) tidak adanya saluran yangmemadai untuk memfasilitasi
penyelesaian awal friksi yang terjadi antaranasabah dengan bank.
Untuk menyikapi permasalahan tersebut, maka Bank
Indonesia sebagaiotoritas pengawas industri perbankan berkepentingan untuk
meningkatkanperlindungan terhadap kepentingan nasabah dalam berhubungan
denganbank.
Mengingat pentingnya permasalahan tersebut, Bank
Indonesia telahmenetapkan upaya perlindungan nasabah sebagai salah satu pilar
dalamArsitektur Perbankan Indonesia (API) yang diluncurkan oleh Gubernur
BankIndonesia pada tanggal 9 Januari 2004. API sendiri merupakan suatu cetak
biru sistem perbankan nasional yang terdiri dari enam pilar untukmewujudkan
visi sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan
sistem keuangan dalam rangka membantumendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Enam pilar dalam API adalah ;
(i)
struktur perbankan yang sehat,
(ii)
sistem pengaturan yang efektif,
(iii)
sistem pengawasan yang independen dan efektif,
(iv)
industri perbankan yangkuat,
(v)
infrastruktur yang mencukupi, dan
(vi)
perlindungan nasabah
Posting Komentar