YLKI meminta konsumen berhati-hati dalam melakukan transaksi online.
Perilaku
konsumen di Indonesia kian berkembang seiring pertumbuhan teknologi.
Hal ini dimanfaatkan perbankan untuk menjaring nasabah. Sebut saja PT
Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk. Bank yang satu ini baru saja
meluncurkan inovasi pembayaran belanja online.
Inovasi ini disebut
dengan BNI e-commerce payment solution. Ada dua jenis pembayaran online
yang diluncurkan, yakni BNI Debit Online dan DOKU Wallet.
Direktur
Konsumer dan Ritel BNI Darmadi Sutanto mengatakan, dua fasillitas
e-commerce payment ini didukung oleh BNI e-banking yang terdiri dari BNI
ATM, BNI SMS Banking dan BNI Internet Banking. "Kami berharap kedua
produk ini dapat lebih meningkatkan layanan BNI kepada para nasabah
dalam melakukan transaksi online. Ini bagian dari branchless solution," kata Darmadi, Senin (1/4).
Namun,
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
Sudaryatmo berharap transaksi online yang dilakukan BNI dapat menjamin
kerahasiaan data-data pribadi konsumen. Menurutnya, ada beberapa cara
yang bisa dilakukan bank dalam menjamin data tersebut.
Pertama, apakah BNI itu punya privacy policy,
seperti uraian bagaimana BNI mengumpulkan dan menggunakan data nasabah.
Serta uraian dari BNI mengenai apa saja yang boleh dan tidak boleh
dilakukan konsumen dalam melakukan transaksi online.
Selain
itu, lanjut Sudaryatmo, BNI harus menjelaskan apakah memiliki pejabat
khusus yang bertanggung jawab mengenai kebocoran data nasabahnya.
“Sehingga ketika ada dugaan bocornya data nasabah, si privacy officer
tadi yang akan bertanggung jawab. Itu dari sisi perlindungan konsumen
yang kaitannya terhadap keamanan yang dilakukan secara online,” ujarnya.
Bukan
hanya dari sisi bank saja yang memiliki kewajiban pencegahan atas
kebocoran data nasabah. Pihak konsumen pun, kata Sudaryatmo, juga
memiliki kewajiban tersendiri.
“Misalnya
dia (nasabah/konsumen) tidak menggunakan transaksi online dengan
menggunakan komputer umum, seperti di warnet, dia tidak menggunakan
transaksi online dengan wifi terbuka, dan konsumen yang menggunakan
transaksi online tidak menggunakan komputer yang software-nya ilegal,”
katanya.
Menurut Sudaryatmo, dari hasil survei yang dilakukan YLKI diperoleh bahwa sekitar 70 persen komputer yang menggunakan software
ilegal terdeteksi terinfeksi malware. “Yaitu program yang sengaja
ditanam di program ilegal itu untuk mencuri data pribadi nasabah.
Termasuk password email kita,” katanya.
Atas dasar itu, ia berharap ada unsur kehati-hatian dari konsumen atau nasabah dalam melakukan transaksi online.
Sebelumnya,
Bank Indonesia (BI) menekankan pentingnya perlindungan konsumen
(consumer protection) dalam implementasi bank tanpa kantor atau branchless banking. Menurut Deputi Gubernur BI Ronald Waas, masyarakat yang akan disentuh oleh program branchless banking ini merupakan masyarakat pedesaan, bukan masyarakat yang ada di kota-kota besar.
Ronald
mengatakan, saat ini ketentuan BI telah mengatur tentang penggunaan
teknologi untuk transaksi yang mana harus diaudit oleh pihak independen
kemudian izinnya baru dapat dikeluarkan oleh BI. Ia menambahkan,
kewenangan dalam hal perlindungan konsumen nantinya berada di Otoritas
Jasa Keuangan (OJK), sedangkan untuk sistem pembayaran kewenangan ada di
BI, sehingga perlu ada kesepakatan antara keduanya terkait branchless banking.
"Di
dalam sistem pembayaran pemainnya kan juga ada bank, oleh karena itu
nanti harus ada mekanisme yang jelas dan disepakati bersama,"
pungkasnya.
Sumber ; YLKI_Hukum Online
Posting Komentar