Sesungguhnya sudah sejak lama hak-hak konsumen diabaikan oleh para pelaku usaha, bahkan sejak lahirnya UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kasus mencuat saat ini adalah kasus obat nyamuk HIT, kasus ini merupakan cerminan bagaimana para pelaku usaha tidak mau memberikan informasi yang cukup dan memadai tentang kandungan dari obat nyamuk tersebut.
Belum lagi terdapat penelitian dari suatu lembaga penelitian independen di Jakarta yang menemukan fakta bahwa pada umumnya pasta gigi mengandung bahan detergent yang membahayakan bagi kesehatan. Dalam kasus-kasus kecil, bisa terlihat dengan gamblang bagaimana perlakuan pelaku usaha yang bergerak di bidang industri retail dalam urusan uang kembalian pecahan Rp. 25,00 dan Rp. 50,00.
Yang ini malah lebih parah lagi perlakuannya, biasanya diganti dengan permen dalam berbagai jenisnya (biasanya terjadi di supermarket) atau kalau tidak malah dianggap sumbangan (ini biasanya di minimarket).
Banyak orang tidak (mau) menyadari bagaimana pelanggaran hak-hak
konsumen dilakukan secara sistematis oleh kalangan pelaku usaha, dan
cenderung mengambil sikap tidak ingin ribut.
Dalam kasus parkir, kita
bisa membayangkan jawaban apa yang akan diterima apabila konsumen berani
mengajukan komplain atas kehilangan sebagian atau seluruh kendaraan
yang dititipkan pada pelaku usaha? Apalagi jika kita meributkan masalah
uang kembalian yang (mungkin) menurut sebagian orang tidak ada nilainya.
Masalah uang kembalian menurut saya menimbulkan masalah legal –
political, disamping masalah hukum yang muncul karena uang menjadi alat
tukar yang sah dan bukannya permen hal ini juga mempunyai implikasi
dengan kebanggan nasional kita dalam pemakaian uang rupiah.
Hukum perjanjian yang berlaku selama ini mengandaikan adanya kesamaan
posisi tawar diantara para pihak, namun dalam kenyataannya asumsi yang
ada tidaklah mungkin terjadi apabila perjanjian dibuat antara pelaku
usaha dengan konsumen.
Konsumen pada saat membuat perjanjian dengan
pelaku usaha posisi tawarnya menjadi rendah, untuk itu diperlukan peran
dari negara untuk menjadi penyeimbang ketidak samaan posisi tawar ini
melalui undang-undang. Tetapi peran konsumen yang berdaya juga harus
terus menerus dikuatkan dan disebarluaskan.
#bE sMart cOnsumer
Posting Komentar