MARAKNYA kabar tentang rencana pemerintah menaikan kembali harga bahan
bakar minyak (BBM) akhir bulan ini mendapat begitu banyak respon dari
berbagai kalangan, baik yang pro maupun kontra. Akan tetapi isu kenaikan
harga BBM ini bukanlah hal yang baru dihadapi oleh bangsa ini.
Meskipun
fakta menyebutkan bahwa setiap adanya kenaikan harga BBM secara
otomatis akan diikuti oleh kenaikan harga barang lainnya terutama harga
bahan pokok manusia. Akan tetapi permasalahannya adalah bukan soal
kenaikan harga semata, terlebih tidak adanya sebuah transparansi dari
sebuah sistem yang dilakukan oleh pemerintah terkait pengelolaan BBM
tersebut.
Masyarakat hanya diberitahukan mengenai beban APBN
yang membengkak karena subsidi, dan juga teknis-teknis lainnya dengan
iming-iming pengalihan dana subsidi kepada sektor lain seperti Bantuan
Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).
Dari dahulu tetap saja
pola "penjelasan" dari pemerintah seperti itu dari tahun ke tahun. Ini
jelas pembodohan terhadap rakyat, karena rakyat sebagai objek vital
penerima kebijakanlah yang mendapatkan imbas langsung dari sebuah
regulasi kebijakan pemerintah yang menyengsarakan. Jika pemerintah mau
jujur dan transparan, tidaklah mungkin setiap kenaikan BBM menjadi
polemik. Karena adanya sarat kepentingan politik tertentu, yang dituntut
oleh masyarakat adalah transparansi dari sebuah kebijakan yang dibuat,
karena itu adalah hak rakyat yang juga harus dipenuhi oleh pemerintah.
Jika
dihadapkan oleh persoalan kenaikan BBM, pemerintah selalu saja
beralasan bahwa banyaknya masalah di sektor hulu, tapi kenapa tidak
pernah membuka persoalan persoalan di sektor hili? Rakyat tidaklah
selamanya bisa dibodohi terus pemerintah. Jika presiden SBY mau jujur
terhadap rakyat, sejatinya apapun kebijakan yang dibutuhkan atas kondisi
yang menerpa, maka rakyat akan selalu mendukung apapun itu jika demi
kebaikan hajat hidup rakyat. Akan tetapi Pemerintahan SBY-Boediono
sekarang ini sudah terlalu keasyikan dalam membodohi rakyat.
Jika
ditanyakan tentang "formulasi penghitungan dan penentuan harga BBM yang
Rp 4500 itu dari mana dan bagaimana cara penghitungannya? Tentu saja
pemerintah akan berkelit dengan mengalihkan persoalan ke hulu lagi,
padahal minyak kita sudah import dari asing untuk pemenuhan kebutuhan
minyak nasional.
Pemerintah sekarang sudah melakukan kebohongan
yang sudah tidak bisa lagi ditolelir. Pemerintah menggunakan formula
penghitungan harga yaitu MOPS + α (alfa) + Tax. Sedangkan faktanya MOPS
hanya mencatat harga transaksi untuk RON 92 dan RON 95. Lalu BBM yang
dijual ke masyarakat (Premium dan Solar) adalah RON 88 yang nilai
transaksinya tidak tercatat di MOPS. Pertanyaannya adalah dari manakah
angka 4500 per liter bisa ditentukan?
Selain itu pemerintah
menaikan harga BBM di saat harga ICP dunia sedang turun. Undang-undang
sudah mematok untuk membeli minyak dengan harga US $ 100 per barrel,
sedangkan harga minyak mentah dunia masih di kisaran US $90,an per
barrel. Artinya, kebutuhan kenaikan BBM sekarang ini belumlah perlu. UU
yang menyebutkan harga US $100 per barrel masih menutupi.
Jelas
ini kebohongan besar yang dilakukan pemerintah terhadap rakyat. Ada apa
dibalik kebijakan menaikan harga BBM ini? Jangan jangan hanya untuk
membayar hutang negara yang jatuh tempo, atau merampok uang rakyat untuk
kepentingan pemilu 2014 nanti yang dibagi-bagikan kepada partai
politik? [***]
*Penulis adalah Kordinator Nasional Forum Study Minyak dan Gas Bumi (Forsmigasi)
Sumber : http://www.rmol.co/read/2013/06/05/113419/Menaikkan-Harga-BBM-Kebohongan-Besar-Pemerintah-
Posting Komentar