Dalam
Hukum Acara Pidana tidak semua kasus yang disidik oleh penyidik dilanjutkan ke
pengadilan, ini bisa terjadi dalam beberapa hal. Apabila tidak menemukan alat
bukti yang cukup, penyidik menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan
(SP3).
Apabila
penyidik menemukan alat bukti yang cukup, hasil penyidikan dilimpahkan ke
penuntut umum, ternyata perbuatan tersangka terbukti-peristiwa hukum itu bukan
merupakan tindak pidana- penuntut umum harus menghentikan penuntutan, menerbitkan
Surat Perintah Penghentian Penuntutan (SP3).
Demikian
juga apabila hasil penyidikan yang dilakukan oleh penyidik yang telah memenuhi
alat bukti yang cukup, peristiwa hukum yang disidik itu merupakan tindak
pidana, dan penuntut umum sependapat dengan penyidik, penuntut umum bisa tidak
melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan, dengan melakukan penutupan perkara
demi kepentingan hukum.
Langkah
lain yang dapat dilakukan oleh penuntut umum untuk tidak melimpahkan hasil
penyidikan ke pengadilan adalah pengenyampingan perkara demi kepentingan umum.
Penyampingan
perkara demi kepentingan umum sangat jarang dilakukan. Pada masa Orrde Baru
pengenyampingan perkara demi kepentingan umum pernah diterapkan pada kasus M.
Yasin (tokoh petisi 50).
Ketika
berkas perkara dilimpahkan ke penuntut umum dalam tahap prapenuntutan, jaksa
agung menggunakan hak oportunitasnya sesuai dengan KUHP yaitu dengan
mengenyampingkan perkara demi kepentingan umum. Kepentingan umum dalam hal ini
adalah kepentingan politik.
Mengapa kepentingan politik yang menjadi pertimbangan dalam mengenyampingkan perkara ini, pertimbangannya karena apabila perkara M. Yasin dituntut dan diadili di persidangan, akan menimbulkan gejolak politik yang luas di kalangan masyarakat termasuk di kalangan ABRI dan purnawirawan ABRI yang berdampak kepada stabilitas ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan, dan lain-lain, jadi pertimbagnagn dalam perkara Jenderal M. Yasin ini adalah pertimbagan kepentingan umum dalam aspek politik negara.
Salah
satu penyebab dari jarang diterapkannya penyampingan perkara demi kepentingan
umum ialah belum adanya definisi dan pengertian yang baku dari kepentingan
umum.
Belum
ada kesepakatan di antara para intelektual hukum mengenai definisi dari
kepentingan umum, demikian juga belum ada acuan yuridis dari pengertian
kepentingan umum yang bisa dijadikan dasar bagi pembuat keputusan (jaksa agung)
untuk mewujudkan asas oportunitas ini.
Untuk
menjawab hal itu, perlu perumusan yuridis dari apa yang dimaksud dengan
“kepentingan umum”.
“Kepentingan
umum” dalam konteks asas oportunitas.
Dalam
Hukum Pidana Formil kita mengenal asas oportunitas diaplikasikan dalam UU No.16
Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, pasal 35 (c) yang berbunyi : Jaksa Agung
mempunyai tugas dan wewenang “mengenyampingkan perkara demi kepentingan umum”.
Kemudian
dalam penjelasannya disebutkan “Kepentingan Umum” sebagai kepentingan
bangsa/negara dan/atau kepentingan masyarakat luas. Akan tetapi, penjelasan ini
tidak menentukan secara limitatif apa rumusan atau definisi serta batasan dari
“kepentingan negara”, “kepentingan bangsa”, atau “kepentingan masyarakat secara
luas” dimaksud, dengan demikian mengundang penafsiran yang beragam, baik di
kalangan praktisi hukum, akademisi hukum, maupun masyarakat pada umumnya.
Dari
segi etimologis-ilmu bahasa- secara letterlike/harfiah, frase kepentingan umum
menurut kamus bahasa Indonesia yang disusun oleh M.B. Ali dan T. Deli,
kepentingan (berasal dari kata penting), mengandung pengertian sangat perlu,
sangat utama (diutamakan), sedangkan kata umum mengandung pengertian
keseluruhan, untuk siapa saja, khayalak manusia, masyarakat luas, lazim.
Pengertian
menurut ilmu bahasa ini sudah barang tentu tidak dapat dijadikan pengertian
yuridis dari kata kepentingan umum, tetapi dapat dijadikan referensi untuk
menemukan pengertian yang diinginkan, sebab ilmu hukum (yuridische kunde) di
dalam proses pembentukannya tidak dapat berdiri sendiri dan berjalan sendiri
lepas dari ilmu sosial yang lainnya, tetapi saling mendukung, berjalan bersama
dengan ilmu pengetahuan lain, termasuk ilmu bahasa (etimologis).
Kepentingan
arti lainnya adalah sangat pelu, sangat utama (diutamakan), jadi pengertian
kepentingan salah satunya adalah diutamakan.
Yang
jadi pertanyaan berikutnya kepentingan umum di bidang apa? Karena yang dimaksud
dalam penjelasan Pasal 35 (c) UU No.16 Tahun 2004, kepentingan umum adalah
kepentingan negara/bangsa dan masyarakat luas. Jadi kepentingan umum di sini
harus diartikan sebagai kepentingan di semua aspek dalam bernegara, berbangsa,
dan bermasyarakat dalam arti yang seluas-luasnya dan yang menyangkut
kepentingan hajat hidup masyarakat yang luas.
Kalau
demikian pengertiannya, akamn meliputi aspek-aspek antara lain: ideologi,
politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan, pendidikan, keadilan,
HAM, agama, yang mempunyai cakupan yang luas. Jadi demi kepentingan umum
(publik) bukan kepentingan pribadi/kelompok (private).
“Kepentingan
umum” dalam Perseroan Terbatas dan Yayasan. Dalam Undang-undang No.1 Tahun 1995
tentang Peseroan Terbatas termuat juga istilah kepentingan umum seperti
tercantum dalam Pasal 110 yang berbunyi :
(1).
Pemeriksaan terhadap perseroan….dst.
(2).
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan mengajukan
permohonan….dst.
(3).
Permohonan sebagaimana dimaksud ayat (2) hanya dapat dilakukan oleh:
a. Kejaksaan dalam mewakili kepentingan umum.
Begitu
juga di dalam UU N0.28 Tahun 2004 tentang Yayasan istilah kepentingan umum
termuat di dalam Pasal 46 (2) yang menyebutkan bahwa pengangkatan,
pemberhentian, penggantian pengawasan dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan
anggaran dasar, atas permintaan kejaksaan dalam hak mewakili kepentingan umum,
pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian dana, penggantian
pengawasan tesebut.
Kejaksaan
dapat memohon pembubaran yayasan yang tidak didaftarkan di pengadilan negeri
dan tidsak diumumkan dalam tambahan berita negara dan tidak mempunyai izin
melakukan kegiatan dari instansi terkait.
Baik
dalam UU Perseroan Terbatas maupun Yayasan, tidak memberikan penjelasan lebih
lanjut pengertian kuantitatif dan kepentingan umum.
Dalam
Perpres RI No.36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Pengertian Kepentingan Umum disebutkan
secara limitatif dalam pasal 1 angka 5 disebutkan : “Kepentingan umum adalah
kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat”.
Selanjutnya
dalam pasal 5 disebutkan pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan
pemerintah atau pemerintah daerah, meliputi : jalan umum, jalan tol, rel kereta
api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran
air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi, waduk, bendungan,
irigasi dan bangunan pengairan lainnya, rumah sakit umum dan pusat kesehatan
masyarakat, pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal,
peribadatan, pendidikan dan sekolah, pasar umum, sarana olah raga, stasiun
penyiaran radio, televisi dan sarana pendukungnya, kantor pemerintah,
pemerintah daerah, perwakilan negara asing, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan
atau lembaga-lembaga internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa,
fasilitas Tentara Nasional Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya,
lembaga permasyarakatan dan rumah tahanan, rumah susun sederhana, tempat
pembuangan sampah, cagar budaya, petamanan, panti sosial, pembangkit, tranmisi
dan distibusi tenaga listrik.
Pengertian
kepentingan umum sebagai dimaksud dalam mengenyampingkan perkara demi
kepentingan umum, perseroan terbatas dan yayasan karena belum ada batasan serta
definisi maupun pengertian yang limitatif, maka harus dilakukan penafsiran.
Oleh
karena itu, perlu dikemukakan pendapat para ilmuwan hukum sebagai salah satu
parameter penafsiran dimaksud. Kemudian untuk lebih memperluas khazanah serta
visi dari pengertian kepentingan umum baik kita kemukakan pendapat dari Roscou
Pound, G.W. Paton, dan Julius Stone.
Pound
mengemukakan tentang social interest (kepentingan masyarakat), pendapat Pound
tentang social interest berasal dari pemikiran Rudolf Van Ihering dan Jeremy
Bentham. Yang dimaksud oleh Pond dengan social interest ini adalah suatu
kepentingan yang tumbuh dalam masyarakat menurut keperluan di dalam masyarakat
itu sendiri. Pound membagi tiga kategori interest : Public Interest
(kepentingan umum), social interest (kepentingan masyarakat), dan private
interest (kepentingan pribadai).
Julius
Stone dalam The Propinoc and Functian of Law secara meyakinkan telah
membuktikan bahwa apa yang disebut dengan public interests melebur dalam social
atau individual interests atau dalam usaha negara mencari kesimbangan diantara
interests ini.
Dari
analisis seperti yang termuat dalam tulisan di atas asumsi bahwa kepentingan
umum dalam pandangan ilmu sosial hukum : “Kepentingan umum adalah suatu keseimbangan
antara kepentingan individu, masyarakat, penguasa, serta negara”.
Sebagai
bahan kajian kita dapat memberikan satu pandangan tentang pengertian
kepentingan umum dari 2 segi :
Pertama: SEGI YURIDIS
bahwa kepentingan umum dapat berlaku sepanjang kepentingan tersebut tidak bertentangan
dengan hukum positif maupun hukum yang tumbuh hidup dan berkembang dalam
masyarakat yang penerapannya bersifat kasuistis.
Kedua : SEGI SOSIOLOGIS
kepentingan umum adalah adanya keseimbangan antara kepentingan individu,
masyarakat, penguasa, dan negara yang bertujuan untuk memelihara ketertiban dan
mencapai keadilan di masyarakat yang luas dalam bidang ideologi, politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, pendidikan, dan kesehatan.
Posting Komentar